Bloomberg Technoz, Jakarta - Meutya Viada Hafid atau Meutya Hafid merupakan seorang mantan wartawan yang melanjutkan karirnya dengan terjun ke dunia politik menggunakan kendaraan Partai Golongan Karya (Golkar). Pada Kabinet Merah Putih kepemimpinan Prabowo Subianto, dia ditunjuk menjadi Menteri Komunikasi dan Digital menggantikan Budi Arie yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika.
Isu Meutya Hafid akan dipilih oleh Prabowo sebagai Menteri Komunikasi dan Digital sebelumnya memang sudah santer ke publik. Namun, isu tersebut dibantah dengan mengatakan bahwa kemungkinan tersebut hanyalah sebuah dugaan semata.
“Saya juga belum dengar [penunjukan sebagai Menkominfo],” kata Meutya jelang pelantikan anggota DPR, dikutip Senin (21/10/2024)
“Belum ada [obrolan soal kabinet], dan saya kan enggak terlibat dalam pembahasan menteri. Itu prerogatif presiden. Jangan diduga-duga. Kita tunggu saja nanti,” ucapnya.

Latar Belakang Meutya Hafid
Meutya Hafid merupakan sosok wanita yang lahir di Bandung, Jawa Barat pada 3 Mei 1978. Meutya pernah memperoleh gelar sarjana melalui Universitas New South Wales, Australia dengan jurusan Manufacturing Engineer yang lulus pada tahun 2011. Selanjutnya dia melanjutkan jenjang pendidikannya dengan memperoleh gelar Master di Universitas Indonesia yang lulus pada tahun 2018.
Meutya sebelumnya juga pernah berkarir dalam dunia jurnalistik selama 7 tahun sebagai salah satu reporter televisi di salah satu media nasional, Metro TV. Selama 7 tahun menjalani karir sebagai jurnalis, dia kerap menerima berbagai insiden menegangkan.
Pada tahun 2005, Meutya mendapatkan kepercayaan untuk meliput secara langsung pemilu di Irak bersama dengan juru kameranya, Budiyanto. Dalam peliputan tersebut, dia pernah diculik dan disandera oleh salah satu kelompok bersenjata di Irak, dan ditahan selama 3 hari.
Adanya insiden penculikan tersebut, pada tahun 2007 Meutya merilis sebuah buku dengan judul 168 jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera Irak.
Dalam karirnya sebagai jurnalis, dia pernah menerima sejumlah penghargaan, diantaranya adalah Penghargaan Jurnalistik Elizabeth O’Neil dari pemerintah Australia. Penghargaan tersebut memang diserahkan tiap tahun kepada para jurnalis untuk mengenang mantan Atase Pers Kedutaan Australia Elizabeth O’Neil.
Pada tahun 2012, Meutya juga pernah dinobatkan sebagai satu diantara lima Tokoh Pers Inspiratif Indonesia versi Mizan, yang dianggap sebagai tokoh besar dibalik perkembangannya jurnalis di Indonesia. Meutya menjadi satu-satunya wanita diantara lima tokoh tersebut.
Karir Politik Meutya
Awal karir politik Meutya mulai pada tahun 2010 saat dia memutuskan untuk meninggalkan Metro TV dan masuk ke dalam Partai Golkar. Semasa menjalani kader sebagai Partai Golkar, dia pernah dipercaya untuk maju dalam pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota daerah Binjai, Sumatera Utara, yang dipasangkan dengan H. Dhani Setiawan Isma. Namun, pasangan Meutya-Dhani kalah dalam perolehan suara di wilayah tersebut.
Pada bulan Agustus 2010, Meutya dipilih oleh Partai Golkar sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI antar waktu yang menggantikan Burhan Napitupulu yang meninggal dunia.
Meutya kemudian dimasukkan dalam Komisi XI DPR RI yang membahas mengenai bidang keuangan dan Perbankan. Bertahan selama 17 bulan, kemudian Meutya dipindahkan ke Komisi I yang membahas bidang Pertahanan, Luar Negeri, Komunikasi, dan Informasi.
Pada tahun 2014, Meutya kembali mencoba peruntungannya untuk tetap bertahan sebagai anggota dewan melalui Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. Meutya kemudian mendapatkan suara yang cukup, sehingga dapat bertahan sebagai anggota DPR.
Selanjutnya, pada 2019 Meutya mempertahankan kedudukannya sebagai salah satu anggota DPR RI. Namun, pada periode 2019-2024, Meutya dipercaya untuk menduduki Ketua Komisi I DPR RI.
(fik/roy)