Pesawat ini juga berkemampuan STOL (Short Take Off & Landing), dapat lepas landas dan mendarat dari airstrip, landasan tanah sederhana dengan panjang kurang dari 600 meter yang berada di atas lereng gunung dengan ketinggian mencapai 4.000 kaki/1.200 m AGL (Above Ground Level).
Berhenti Produksi
Menariknya, De Havilland Canada—yang memproduksi Twin Otter sebelumnya — pada 1988 justru memilih menutup usahanya, padahal telah menghasilkan lebih dari 800 pesawat, walaupun yang berminat masih tinggi karena tidak ada pesawat lain yang sanggup menggantikan performa dan kemampuannya.
Dengan demikian, produksi tipe Twin Otter kini diambil alih oleh perusahaan Viking Air sejak 2008, dan menghasilkan Twin Otter Series -400 (DHC-6-400) yang tergolong Next Generation dengan kokpit digital dan memasang seri mesin -34 yang lebih bertenaga.
Meski kini jumlah Twin Otter yang beroperasi di Indonesia semakin lama semakin sedikit, tak dipungkiri, untuk layanan penerbangan perintis yang sangat ekstrim seperti di Papua, pesawat ini masih jadi andalan untuk terus dioperasikan.
SAM Air menjadi salah satu maskapai perintis yang menggunakan pesawat tipe Twin Otter.
Untuk diketahui, SAM merupakan maskapai yang melayani penerbangan perintis atau daerah-daerah terpencil di wilayah timur Indonesia.
Pesawat terbang jenis propeller SAM Air juga diketahui melayani penerbangan sewaan atau charter flight, layanan penerbangan tak terjadwal di Papua.
Sejak awal 2021, SAM Air melayani penerbangan terjadwal di 10 bandara perintis di gugus Kepulauan Maluku. Adapun, propeller milik SAM Air adalah DHC-6 Twin Otter (SMH, SMS) dan C208 Caravan (SMW, SMG).
Untuk diketahui, pemilih SAM Air adalah Wagus Hidayat, atau akrab disapa Haji Hidayat. Ia merupakan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sebelum menjadi anggota PKS, ia merupakan mantan anggota DPRD Kabupaten Jayapura itu pernah menjadi bagian dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
(prc/wdh)