Dolar AS juga makin berotot ketika berbagai data terbaru makin menunjukkan ketangguhan perekonomian terbesar di dunia itu. Selain itu, semakin dekatnya Pemilu AS bulan depan, pasar terlihat menaikkan taruhan akan kemenangan Donald Trump sebagai Presiden AS kelak. Kemenangan Trump akan memberi energi lebih besar pada dolar AS dan sebenarnya menjadi sentimen kurang baik bagi valuta emerging market.
Namun, rupiah berhasil bertahan, mengungguli mata uang Asia lain yang mayoritas melemah. Pekan lalu, selain rupiah, hanya ada dua mata uang Asia lain yang mampu menguat terhadap dolar AS, yakni baht yang naik 0,54%, lalu dolar Taiwan 0,36%.
Sedangkan selain itu, mata uang Asia terbenam oleh dolar AS. Yakni, won Korsel turun 1,3%, lalu yuan offshore tergerus 0,66%, peso 0,55%, dolar Singapura dan ringgit sama-sama turun 0,4%, juga rupee yang bergerak sedikit lemah.
Kepastian SMI dan BI rate
Rupiah berhasil membukukan kinerja tangguh pekan ini terutama karena dua faktor domestik. Pertama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dipastikan kembali masuk ke kabinet pemerintahan baru di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan dilantik esok hari.
Prabowo telah memanggil sekitar 108 tokoh yang digadang menjadi menteri di kabinet nanti, termasuk SMI, demikian akronim populer Sri Mulyani.
SMI kepada para jurnalis pada Senin lalu mengatakan telah diminta oleh Prabowo untuk kembali menjadi menteri keuangan.
"Saat pembentukan kabinet, beliau meminta saya untuk kembali menjadi Menkeu lagi," ujar Sri Mulyani.
Kepastian itu melegakan pasar yang selama ini diliputi kecemasan terkait arah kebijakan fiskal pemerintahan baru dengan sejumlah program populis yang membutuhkan biaya sangat besar.
"SMI dikenal sebagai sosok bertangan dingin dalam mengonsolidasikan fiskal, seorang ahli keuangan yang cerdas yang tahu cara menurunkan premi risiko bagi Indonesia. SMI pada dasarnya telah menurunkan premi risiko rupiah," kata Vishnu Varathan, Head of Economic and Strategy Mizuho di Singapura.
Pada momen transisi, kepemimpinan SMI menurutnya bisa meringankan beberapa kekhawatiran terkait risiko fiskal Indonesia ke depan.
Pelaku pasar bereaksi positif dengan meningkatkan pembelian aset-aset di pasar domestik. Asing membukukan posisi net buy dalam sepekan ini senilai US$78,5 juta, menurut data Bloomberg. Asing banyak berbelanja Surat Berharga Negara (SBN) dan saham.
Data Bank Indonesia yang mencatat setelmen transaksi periode 14-17 Oktober, mencatat asing membeli Rp3,3 triliun SBN serta Rp930 miliar saham. Namun, pada periode itu, asing banyak menjual Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) senilai Rp5,31 triliun.
Faktor lain adalah keputusan BI menahan bunga acuan. Rupiah yang sempat bergolak sejak Oktober akibat ketidakpastian global yang kembali meningkat, membuat BI memilih defensif dengan menahan lagi bunga acuan setelah pada September memangkas untuk pertama kali.
"Fokus jangka pendek adalah pada stabilitas nilai tukar karena meningkatnya ketidakpastian pasar global terkait ketegangan geopolitik Timur Tengah,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan, Jumat.
BI memastikan masih akan mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan dengan tetap menimbang prospek inflasi, pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar.
-- dengan bantuan laporan Azura Yumna.
(rui)