“Saya belum tahu perkembangan lebih lanjutnya, yang saya tahu saat ini posisinya sudah di Setneg,” ujarnya.
Adapun, sebelumnya Kementerian ESDM menargetkan perpres tersebut bisa selesai sebelum masa pemerintahan Jokowi berakhir. Saat itu, Julian mengatakan Perpres MIP sudah dalam tahap finalisasi.
“Info terakhir masih menunggu paraf dari Kementerian Keuangan. Diharapkan Perpres MIP dapat diselesaikan sebelum pemerintahan sekarang berakhir,” ujar Julian kepada Bloomberg Technoz, dikutip Rabu (21/8/2024).
Julian menjelaskan, skema MIP —yang berfungsi sebagai pihak yang menarik kewajiban kompensasi dari perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban pasok dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) — nantinya akan diterapkan ke seluruh penjualan batu bara kecuali batu bara kokas atau metalurgi (coking coal).
Selain itu, besaran pungutan dana kompensasi batu bara akan berbeda pada masing-masing perusahaan, yang dilandasi oleh 3 faktor.
Pertama, rasio tarif yang ditetapkan oleh pemerintah dan berlaku sama untuk semua perusahaan. Kedua, selisih harga pasar dengan harga khusus batu bara, baik U$70 untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau U$90 untuk penjualan semen pupuk.
Sebagai informasi, pungutan dari MIP akan digunakan untuk menutup selisih harga jual batu bara dalam negeri bagi perusahaan yang melakukan kewajiban DMO. Pemerintah sendiri menetapkan harga batu bara di dalam negeri atau tidak mengacu pada harga batu bara dunia.
Ketiga, volume penjualan batu bara pada masing-masing transaksi penjualan batu bara.
“Besaran pungutan dana kompensasi tidak tergantung pada realisasi DMO, tetapi besaran dana kompensasi yang disalurkan kembali ke perusahaan sebesar selisih harga akan tergantung pada realisasi DMO,” ujarnya.
(dov/wdh)