Logo Bloomberg Technoz

Adapun, industri metanol merupakan industri petrokimia yang memegang peranan sangat penting bagi pengembangan industri di hilirnya. 

Bahan baku metanol sangat dibutuhkan dalam industri tekstil, plastik, resin sintetis, farmasi, insektisida, plywood. Metanol juga sangat berperan sebagai antifreeze dan inhibitor dalam kegiatan minyak dan gas (migas). Kemudian, metanol merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan biodiesel.

Selain itu, metanol dapat diolah lebih lanjut menjadi dimethyl ether (DME) yang dapat dimanfaatkan sebagai produk bahan bakar. 

Finalisasi Kajian 2025

Sebelumnya, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mengatakan tengah melakukan kajian ihwal penghiliran atau hilirisasi batu bara, di mana produk yang dibidik adalah metanol atau amonia.

Rio mengatakan Bumi Resources tengah melakukan finalisasi rencana industri hilirisasi batu bara, di mana perseroan menargetkan bakal menyelesaikan kajiannya pada 2025.

Adapun, studi kelayakan atau feasibility study (FS) sebenarnya sudah selesai, tetapi perseroan melihat dinamikanya menjadi sangat dinamis khususnya untuk menentukan produk hilirisasi yang akan dibidik.

Terlebih, BUMI mencermati perusahaan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sebagai perpanjangan dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) memiliki produk akhir hilirisasi yang sama, salah satunya metanol.

“Kalau misalnya semua orang harus bikin metanol, sebenarnya berapa kebutuhan di Indonesia? Apa iya kalau semua bikin metanol? Mau dibuang ke mana nanti? Market-nya di mana?,” ujarnya.

Bumi Resources Minerals. (tangkapan layar via bumiresourcesminerals.com)

Senada dengan Menperin Agus, Rio mengatakan metanol salah satunya digunakan untuk biodiesel di Indonesia, di mana saat ini Indonesia hanya memiliki satu industri metanol di Indonesia yang berorientasi pada ekspor.

Sementara itu, Rio mengatakan, metanol dari batu bara sulit untuk bersaing di pasar luar negeri. Apalagi, proyek tersebut membutuhkan belanja modal atau capital expenditure (capex) yang lebih besar dibandingkan dengan produksi metanol dari gas alam.

Hal ini terjadi karena perseroan harus membangun investasi dari awal, mulai dari membangun logistik, pembangkit listrik dan sebagainya.

Selain metanol, BUMI juga melakukan kajian terhadap amonia, yang lebih berorientasi pada ekspor. Produk tersebut memang memiliki pasar yang besar, khususnya bila Jepang berhasil dengan upaya untuk menggunakan amonia di pembangkit listriknya.

Namun, BUMI juga berhadapan dengan dilema apakah Jepang bakal menyerap grey ammonia dari Indonesia yang masih menghasilkan emisi karbon.

“Kalau sekarang semua produk tanpa ada CCUS, tanpa ada green energy yang bisa dihubungkan dan masuk dalam skala keekonomian handal pasti ini akan grey product,” ujarnya.

Grey product mungkin bisa bertahan sebentar, begitu keluar aturan harus blue dan green ammonia, waduh. Kita kan kalahnya kita umurnya baru muda, nanti pabrik belum balik, utang belum lunas, belum break even point, kita pasti begitu [aturan] itu keluar akan susah bersaing.”

(dov/wdh)

No more pages