Bloomberg Technoz, Jakarta - Direktur Utama Bursa Indonesia (BEI) Iman Rachman memberikan gambaran bagi perusahaan BUMN, termasuk anak usahanya jika ingin melakukan penawasan umum atau Initial Public Offering (IPO).
Iman mengakui yang menjadi tantangan perusahaan pelat merah untuk melantai di Bursa adalah momentum. Meski perusahaan berkinerja baik tetapi pasar tidak mendukung, kata dia, maka akan juga berdampak negatif.
"Memang IPO 'is about timing', itu maksud saya. Saya underwriter 20 tahun. Memang perlu timing perusahaan yang bagus, di saat kondisi market yang jelek juga pasti jelek," ujar Iman di Jakarta, Kamis (18/10/2024).
Iman lantas mencontohkan keputusan pemerintah melalui Kementerian BUMN, yang resmi membawa PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) melantai di bursa. IPO entitas usaha Pertamina saat itu sesuai dengan perkembangan tren industri segmen usahanya.
Selain itu, ada juga PT Pertamina Hulu Energi (PHE), yang pada tahun lalu memutuskan untuk batal melantai di Bursa pada 2023 lalu. Alasan penundaan IPO PHE itu dilakukan lantaran masih belum adanya kecocokan bisnis dengan momentum pasar.
Selain mendorong perusahaan IPO, lanjut Iman, otoritasnya juga perlu menyiapkan calon pembeli saham perusahaan tersebut, bekerja sama dengan sejumlah fund manager hingga lembaga keuangan.
"Yang mau belinya siapa, juga kita bantu siapkan, seperti dana pensiun [Dapen], asuransi, BPJS Ketenagakerjaan, ini kan juga perlu bantuan," ujar Iman.
Di sisi lain, Iman juga mengungkapkan bahwa persiapan perusahaan BUMN untuk melantai di bursa yang berbeda dengan perusahaan swasta lainnya, yang dinilai memiliki mekanisme persiapan waktu lebih lama.
"Saya nggak tahu alasan Kementerian BUMN [menunda IPO DI 2024], mungkin karena terutama persiapan BUMN kan nggak sama dengan swasta, perlu waktu dan sebagainya, perlu orang-orang. Kalau owner kan mau besok IPO ya IPO aja gitu, cepat."
Adapun hingga saat ini, terdapat sebanyak 14 perusahaan BUMN dan 23 anak usahanya yang telah melantai di BEI, dengan sebagian masuk dalam kelompok indeks LQ45 atau saham-saham pilihan dengan likuiditas tinggi.
Kontribusi 6 emiten berstatus plat merah tersebut, lanjut Iman, mampu menjadi bagian dan berkontribusi sebanyak 60% dari rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) bersama dengan 14 perusahaan big caps swasta lainnya.
"Ini sangat cukup signifikan," ujar Iman. "Investor kita yang jumlahnya hari ini sekitar 14 juta, sebagian besar melakukan investasi kepada BUMN. Jadi keberlanjutan itu ya program pemerintah terhadap perusahaan terbuka yang BUMN sangat kita nantikan."
(ibn/dhf)