Berkaitan dengan hal tersebut, Fajarini lantas menyebut kebijakan impor beras memang perlu dilakukan karena produksi dalam negeri saat ini belum dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Tentunya impor diperlukan kalau memang kebutuhan dalam negeri masih kurang. Kalau misalkan itu tidak ada, yang terjadi fluktuasi harga, berasnya juga berkurang," terangnya.
Ditemui pada kesempatan yang sama, Direktur International Trade Analysis and Policy Studies (ITAPS) FEM IPB Sahara mengemukakan bahwa dalam langkah upaya mencapai swasembada pangan yang berkelanjutan di Indonesia memang diperlukan langkah-langkah strategis dari pemerintah, termasuk intervensi yang terarah.
Menurut dia, salah satu contoh yang bisa diadopsi adalah pendekatan subsidi seperti yang dilakukan oleh China dalam mendukung petani beralih ke pupuk organik.
"Di sinilah peran pemerintah penting, yaitu memberikan subsidi untuk menutupi selisih [kekurangan produksi beras akibat kebijakannya] tersebut, sehingga petani tetap mau menerapkan praktik pertanian yang berkelanjutan."
Di samping itu, pendekatan berbasis teknologi dan peningkatan produktivitas menjadi krusial dalam mendukung ambisi Indonesia untuk mencapai swasembada pangan pada 2027 dan mengarahkan ekspor pangan di tahun 2029.
"Apakah Indonesia bisa mencapai swasembada pangan? Mungkin bisa, tapi ada beberapa syarat. Pertumbuhan total faktor produktivitas yang bersumber dari teknologi harus ditingkatkan. Ini adalah kunci utama untuk mencapai target tersebut," tegas dia.
Diberitakan sebelumnya, Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Pemanfaatan Sumber Daya Lahan Marginal Kementan, Anny Mulyani, mengatakan saat ini kementerian telah mematangkan peta jalan perberasan untuk mencapai swasembada beras pada 2027.
Rencananya, produksi beras nasional akan mulai ditingkatkan signifikan pada 2025 dengan program pompanisasi dan cetak sawah di areal seluas 1 juta hektare (ha). Dengan demikian, produksi beras diharapkan mampu bertambah 2,5 juta ton per tahun.
Tahun selanjutnya, atau pada 2026, Kementan akan melanjutkan cetak sawah dan perbaikan irigasi di areal seluas 1 juta ha tersebut, serta mengurangi ketergantungan pada impor.
Hingga pada pucaknya pada 2029, Kementan mencanangkan produksi mencapai 12,5 juta ton beras, dengan program cetak sawah, ekspor beras, dan bantuan beras untuk kebutuhan kemanusiaan.
(prc/frg)