Logo Bloomberg Technoz

Ada politik akomodatif dalam kepala Prabowo soal pembentukan kabinet. Hal itu bermula ketika Prabowo coba merangkul erat barisan pendukungnya di parlemen dan menambah kekuatan dari bekas kompetitornya. 

"Harapannya apa? Harapannya memang bisa mendukung stabilitas pemerintahannya. Di parlemen dikuasai ya, dia jadi wakil ketua DPR dan juga ketua MPR RI. Di eksekutif dia lebih besar juga baik di posisi menteri atau wakil menteri. Jadi stabilitas akan tetap terjaga," kata Cecep.

"Akhirnya memang Prabowo tidak bisa menepikan omongannya dia ingin bikin zaken kabinet, artinya dia tidak bisa mendikotomikan orang-orang dengan latar belakang keahlian dan mereka yang didukung oleh partai politik," ujar Cecep.

Prabowo, kata dia, pada akhirnya meramu jawaban atas apa yang coba pernah dia sampaikan tersebut, ditambah dengan pembelaan dengan partai politik bahwa 'kadang-kadang profesional itu bisa maju karena didukung partai politik' 

"Atau orang-orang partai yang dalamnya sebenarnya menjadi kaum profesional yang bergabung ke partai politik," ujar Cecep.

"Prabowo juga pernah menyampaikan, ya kalau nggak mau ikut ya jangan ganggu gitu. Dia akhirnya melemparkan sosok wajah kabinet yang gemoy juga akhirnya," ujar Cecep menegaskan.

Yusril Ihza Mahendra (kiri) dan Ketum Partai Golkar Bahlil Lahadalia (kanan) di Kertanegara, Senin (14/10/2024) (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

PR Berat Kabinet Gemuk

Prabowo, kata Cecep, melalui kabinet gemuk diharapkan memperluas keleluasaan untuk menangani isu secara lebih fokus. Terlebih banyak program-program prioritas seperti makan bergizi gratis hingga target pertumbuhan ekonomi 8%.

"Tapi dari sisi berbeda, kabinet yang besar, yang gemoy, ini bisa menimbulkan masalah efisiensi. Kenapa? Misalnya koordinasi antarkementerian bisa jadi rumit, lebih lambat. Kemudian juga bisa potensinya perubahan anggaran," ujar dia.

Selebritas Raffi Ahmad di kediaman Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta, Selasa (15/10/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Selain itu, kata dia, bisa juga muncul potensi tumpang tindih kewenangan. khususnya terhadap kementerian yang dipecah. Sehingga. kata dia, efektivitas kabinet presidensial yang akan berlangsung 5 tahun ke depan ini amat tergantung pada Prabowo, bagaimana dia memanfaatkan struktur yang besar ini..

"Tapi kalau dia gagal ya, terjadi inefisiensi, belum lagi soal anggaran kementerian yang bengkak, gaji menteri yang bertambah, belum lagi setiap kementerian tentunya memiliki hingga lima staf khusus dan staf ahli," ujar dia.

(ain)

No more pages