“Sekarang sudah tumbuh, sudah mentas lah, sudah cukup. Kita alihkan pada sektor-sektor yang menciptakan lapangan kerja,” tutur Perry.
“Sehingga nanti kreditnya tumbuh, pertumbuhan sektor itu tumbuh, pertumbuhan ekonomi tumbuh, penciptaan lapangan kerja tumbuh, pendapatan naik, konsumsi naik mendorong ekonomi lagi,” klaim Perry.
Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Juda Agung menyatakan insentif KLM akan diarahkan untuk mendorong pembiayaan perbankan pada sektor usaha yang mendukung penciptaan lapangan kerja atau industri padat karya mulai 1 Januari 2025.
Juda menyebut, kebijakan tersebut akan ditempuh karena insentif KLM yang telah berjalan diklaim efektif meningkatkan penyaluran kredit ke sektor-sektor prioritas yang mengkerek pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pertumbuhan kredit perbankan pada sektor-sektor padat karya dinilai belum tumbuh maksimal, pasalnya hingga September lalu pertumbuhannya masih mencatatkan satu digit.
“Inilah yang Pak Gubernur sampaikan, ini semua sudah diberikan insentif sebelumnya sehingga kita sekarang ini memprioritaskan pada sektor-sektor yang labour insentif atau padat karya,” tutur Juda dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur Oktober 2024, Rabu (16/10/2024).
Terkait itu, Doni melaporkan pertumbuhan kredit ke sektor padat karya seperti pertanian masih tumbuh 7,4% (year on year/yoy) per September 2024. Berikutnya, sektor pengolahan juga masih tumbuh 7,22% (yoy). Sementara perdagangan baru tumbuh 8,4% (yoy).
Pertumbuhan kredit perbankan ke sektor padat karya dinilai belum sebesar penyaluran kredit ke sektor-sektor ekonomi prioritas, yang sebelumnya masuk ke dalam kategori insentif KLM.
“Jadi ini kita menggeser pada sektor-sektor yang menciptakan lapangan kerja,” ucap Juda.
Doni menjelaskan, per September 2024 kredit perbankan tumbuh 10.85% (yoy) yang didorong oleh pertumbuhan kredit pertambangan 26,7% )yoy), Listrik Gas dan Air 15,9% (yoy), pengangkutan,telekomunikasi, dan sektor lainnya tumbuh 17,5%, hingga jasa dunia usaha tumbuh 16% (yoy).
“Jadi mesin dari pertumbuhan kredit hingga bulan September itu lebih banyak memang sektor-sektor yang bersifat padat modal atau capital insentif seperti pertambangan dan sebagainya,” ujar Juda.
(azr/frg)