Akses aborsi—dan peran pemerintah federal dalam membatasi prosedur tersebut—telah menjadi beban politik besar bagi Trump, di mana calon hakim agungnya mencabut perlindungan aborsi pada tahun 2022. Trump berusaha menjauhkan diri dari masalah ini dengan mengatakan bahwa hal itu bukan lagi masalah federal dan merupakan urusan negara bagian untuk memutuskannya.
Trump bersikap defensif terkait aborsi, dengan menggembar-gemborkan perannya dalam menunjuk tiga hakim yang mecabut perlindungan federal terhadap aborsi untuk memperkuat dukungannya di antara para pemilih yang religius. Ia juga berusaha menetralkan masalah ini menjelang Pemilu, mengklaim dirinya sebagai pejuang hak-hak reproduksi.
Trump, di tengah-tengah debat calon wakil presiden awal bulan ini, menggunggah di media sosial bahwa ia "tidak akan mendukung larangan aborsi federal dalam kondisi apa pun, dan bahkan akan memvetonya."
Pasangannya, JD Vance, selama debat mengakui bahwa aborsi telah menjadi isu yang penuh dengan masalah bagi partainya, mengatakan bahwa orang Amerika "tidak mempercayai" Partai Republik dalam hal aborsi.
Negara bagian asal mantan presiden tersebut, Florida, akan mengadakan referendum mengenai aborsi pada November, yang akan memperluas hak-hak aborsi, yang saat ini terbatas hingga enam minggu pertama kehamilan.
Trump mengatakan pada Agustus bahwa ia akan memilih untuk menentang langkah tersebut, meskipun menurutnya enam minggu—bahkan sebelum banyak wanita mengetahui mereka hamil—adalah waktu yang terlalu singkat untuk mengizinkan wanita mengakses prosedur tersebut.
Trump secara keliru menyebut Partai Demokrat mendukung aborsi segera sebelum, atau langsung setelah, kelahiran bayi. Tidak ada negara bagian yang mengizinkan aborsi "setelah melahirkan", dan aborsi setelah 21 minggu kehamilan sangat jarang terjadi.
Wakil Presiden Kamala Harris menilai pembatasan negara bagian terhadap hak aborsi sebagai "larangan aborsi Trump" dan menyoroti kematian seorang wanita di negara bagian Georgia yang tidak dapat mengakses aborsi legal. Trump dan Harris sama-sama berusaha untuk menggaet kaum wanita pinggiran kota dan independen. Kedua kandidat terjebak dalam persaingan ketat, hanya tiga minggu menjelang Hari Pemilihan.
Selama debat tunggal dengan Harris, Trump berulang kali mengalihkan pembicaraan saat ditanya apakah ia akan memveto RUU yang memberlakukan larangan aborsi secara nasional, dan bersikeras bahwa putusan Mahkamah Agung telah menyerahkan masalah tersebut ke negara bagian.
Namun, ucapannya tidak konsisten. Trump mengatakan ia terbuka untuk membatasi akses terhadap pil yang digunakan dalam aborsi medis, tapi juga berjanji mengamanatkan agar pemerintah AS atau perusahaan asuransi menanggung biaya fertilisasi in vitro.
Perawatan IVF telah menjadi titik api kampanye. Partai Demokrat memperingatkan bahwa putusan pelarangan aborsi dapat berdampak pada ketersediaan perawatan kesuburan.
Jajak pendapat Bloomberg News/Morning Consult terhadap para calon pemilih di negara-negara bagian swing states pada September menemukan 56% pemilih lebih percaya pada Harris terkait aborsi, sementara 32% mengatakan mereka lebih mempercayai Trump—kesenjangan yang semakin melebar dalam beberapa bulan terakhir.
Beberapa negara bagian akan mengadakan pemungutan suara terkait aborsi pada Hari Pemilihan, termasuk negara bagian Arizona dan Nevada, yang masih belum jelas arah politiknya.
(bbn)