Cuaca dingin diperkirakan akan terus berlanjut bahkan perkiraan hujan dan salju yang meluas di wilayah utara dan tengah. Meskipun cuaca dingin bukanlah hal yang tidak biasa pada bulan April tapi cuasa dingin yang terjadi saat ini tampaknya akan lebih lama. Sementara curah hujan akan lebih deras dari biasanya.
Hal ini membuat para pedagang dan investor menjadi acuan tren naik (bullish) di harga komoditas buah-buahan. Kontrak berjangka apel China yang terdaftar pada 2017 sangat populer di kalangan spekulan. Namun saat ini pasar bertaruh pada penurunan suhu dan potensi pemangkasan produksi, menurut Wang Xiaoyang, analis senior di Sinolink Futures.
"Produksi di Shanxi dan Shaanxi memang terpengaruh, tetapi kontrak berjangka apel sebagian besar berada di bawah pengaruh perdagangan spekulatif," ujar Wang.
Suhu dingin ini merupakan fenomena terbaru dari serangkaian peristiwa cuaca buruk yang terjadi di China dalam beberapa bulan terakhir. Yunnan, pusat aluminium utama juga mengalami musim terkering dalam hampir satu dekade, hanya beberapa bulan setelah Sichuan mengalami kekeringan terburuk sejak tahun 1960-an. Badai pasir sering terjadi di Beijing sejak awal Maret.
Sementara bagi Indonesia, terganggunya produksi buah di China berpotensi berpengaruh terhadap pasokan buah yang selama ini banyak diimpor dari China. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga 2021 nilai impor buah dari China ke Indonesia mencapai 514 juta ton. China merupakan negara sumber impor buah terbesar.
(bbn)