Akhir pekan ini, akan dirilis data pertumbuhan ekonomi AS, dan inflasi menurut data Personal Consumption Expenditure (PCE) yang akan menjadi acuan The Fed dalam menentukan arah kebijakan kedepannya.
“Jika The Fed masih mempertahankan arah kebijakan, maka kondisi finansial akan semakin ketat, ekonomi melambat menuju resesi, dan saham akan merosot tajam. Di sisi lain, faktor upside terbesar adalah The Fed terlalu cepat menarik diri. Meski The Fed gagal menjinakkan inflasi, dampaknya mungkin terasa dalam 12-24 bulan ke depan,” papar Chris Senyek dari Wolfe Research.
Sentimen Regional
Kemudian, sentimen yang mempengaruhi penguatan mayoritas mata uang Asia juga datang dari data regional. Pekan ini, Bank Sentral Korea Selatan (BoK) merilis data perekonomian Korea Selatan pada kuartal I-2023.
Tercatat, Produk Domestik Bruto (PDB) Korea Selatan tumbuh 0,3% pada kuartal I-2023 dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq). Membaik dibandingkan kuartal IV-2022 yang mengalami kontraksi (Pertumbuhan negatif) 0,4% qtq.
Selanjutnya, berbagai lembaga keuangan ramai-ramai optimis dan menaikkan angka proyeksi pertumbuhan ekonomi China. Pertama, Nomura International (Hong Kong) Ltd. dan Kedua, Bank of America Corp menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China untuk tahun ini.
Nomura kini memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) China akan tumbuh 5,9%, di mana pada proyeksi sebelumnya adalah 5,3%. Bank of America lebih optimistis dengan proyeksi 6,3%, dari sebelumnya 5,5%.
Optimisme tersebut tumbuh berdasarkan rilis data yang telah dirilis minggu ini yang menunjukkan pemulihan yang kuat pada kuartal I-2023, ekonomi China tumbuh 4,5%. Bersamaan dengan belanja masyarakat yang terus meningkat, serta pasar ekspor yang tumbuh tinggi pada Maret juga membantu mengangkat sentimen.
(fad/evs)