Logo Bloomberg Technoz

Temu, bagian dari PDD Holdings Inc, memang masih menduduki peringkat 20 besar aplikasi e-commerce yang paling banyak diunduh di kawasan Asia Tenggara, sekitar 2 juta pada tahun 2023.

Meski jauh di bawah Shopee (84,9 juta), Lazada (45,8 juta), TikTok Shop (20,3 juta), namun Temu diproyeksikan bisa meraih total nilai perdagangan kotor (GMV) bulanan sekitar US$4 miliar, mendekati titik impas EBITDA, disampaikan Momentum Works.

Profil e-commerce Temu yang dipandang lebih dahsyat dari TikTok

Progres pertumbuhan Temu selama satu tahun juga terbilang mengesankan dengan beroperasinya platform dengan penawaran harga ‘terbaik’ ini di 78 negara dunia.

Peringkat pengundahan aplikasi mobile. (Dok: Sensor Tower, Bloomberg Intelligence)

Jalan Berliku Temu Berusaha Masuk Pasar Indonesia

Aplikasi Temu asal China berulang kali disampaikan bakal memukul ekosistem perdagangan dalam negeri, khususnya mematikan pelaku UMKM. Namun bila Temu pada akhirnya bisa beroperasi di Indonesia — seperti halnya TikTok Shop yang awalnya diadang kemudian mulus masuk lewat akuisisi Tokopedia— apakah menjadi malapetaka besar?

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi pemerintah akan terus menangkal serbuan produk asing, dalam hal ini melalui platform marketplace asing.

Ini ditambah Temu belum memiliki izin penyelenggara sistem elektronik (PSE) di Indonesia, sehingga haram hukumnya Temu bisa leluasa masuk pasar Indonesia.  Produk-produk yang dijual oleh Temu “tidak memenuhi standar mutu sehingga dapat merugikan konsumen,” jelas Budi.

Berbagai langkah Kominfo, termasuk menyurati  pengelola toko aplikasi Google dan Apple, agar memblokir Temu, diharapkan mampu menekan peredaran barang impor yang juga telah masuk dan dipasarkan melalui jalur konvensional pusat belanja offline.

Alasan aplikasi Temu bikin pengguna ketagihan

Direktur Jenderal Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Moga Simatupang  dalam sebuah kesempatan memastikan aplikasi Temu, belum akan masuk ke pasar Indonesia karena pihaknya belum mendapatkan dokumen pengajuan izin penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dari Temu.

"Ya, semua kegiatan bisnis di Indonesia kan ada aturan yang harus penuhi. Selama mereka belum memenuhi persyaratan , seperti untuk barang lintas negara (cross border) minimal US$100, seperti itu," ucap Moga.

Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Kemenkop UKM Fiki Satari sebelumnya menegaskan bahwa ada upaya Temu  mengajukan izin merek dan unsur terkait di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum HAM.

“Tapi tidak bisa karena sudah ada perusahaan asal Indonesia dengan nama serupa dan dengan KBLI [klasifikasi baku lapangan Indonesia] yang mayoritas sama. Tapi kita tidak boleh lengah, harus kita kawal,” cerita dia.

(fik/wep)

No more pages