Logo Bloomberg Technoz

Karena, jika benih dibudidayakan hingga menjadi lobster dewasa, nilai tambah yang dihasilkan bisa jauh lebih besar. Namun, dia menilai bahwa teknologi yang ada di Indonesia untuk mengembangkan budi daya benur masih sangat minim.

"Teknologi yang ada di Indonesia itu untuk mengembangkan benur [benih lobster] itu belum optimal. Kita teknologinya masih sangat kurang, sehingga banyak sekali benur-benur itu yang dijual sangat ilegal," ungkapnya.

Dengan demikian, permasalahan teknologi ini menjadi hambatan serius, karena dengan teknologi yang memadai, Indonesia sebetulnya bisa meningkatkan produksi lobster berkualitas tinggi dan meningkatkan daya saing di pasar internasional.


Selain itu, Nailul juga menyinggung masalah kebijakan yang berubah-ubah. Saat ini, di bawah Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono, ekspor benih lobster kembali diperbolehkan, yang menurutnya justru menghambat peluang hilirisasi produk laut Indonesia.

Sekadar catatan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali memberlakukan ekspor benih bening lobster (BBL) pada Maret 2024.

Kebijakan ini sejatinya diharapkan membantu peningkatan kesejahteraan nelayan melalui penetapan harga eceran tertinggi (HET) yang tepat dan mampu mendatangkan peluang penerimaan negara hingga Rp900 miliar.

Di samping itu, tantangan lainnya adalah, kata Nailul, minimnya akses pasar ekspor yang stabil dan terjamin, di mana pasar ekspor kelautan Indonesia seringkali bermasalah dengan adanya transshipment, yang pada akhirnya membuat keuntungan bagi investor menjadi kecil.

Transshipment, atau proses memindahkan muatan dari satu kapal ke kapal lain tanpa melalui proses pelabuhan di negara asal, sering kali menjadi praktik yang merugikan.

"Di sektor perikanan sendiri ketika kita turun ke pelelangannya, tempat pelelangan ikan, itu masih juga banyak mafia yang terkumpul di situ. Makanya investasi sektor perikanan itu sangat-sangat terbatas,"

Untuk diketahui, hingga semester I-2024 realisasi investasi sektor kelautan dan perikanan baru mencapai Rp5,15 triliun dari target Rp9 triliun tahun ini. Selain itu, produksi perikanan tangkap pada Semester I-2024 juga baru mencapai 3,34 juta ton dari target tahun 2024 sebesar 12,52 juta ton.

Adapun, negara tujuan ekspor produk perikanan masih didominasi oleh AS dengan nilai US$889 juta, disusul China US$556 juta, kawasan Asean US$353 juta. Jepang juga dengan nilai US$285 juta dan UE sebesar US$193 juta.

(prc/wdh)

No more pages