Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Ahli Hukum Tata Negara Ferry Amsari menilai penambahan jumlah kementerian/lembaga (K/L) pada pemerintahan baru akan menghamburkan banyak biaya negara dan malah memperumit birokrasi pemerintahan.

Pernyataan tersebut mengomentari kabinet pemerintahan baru Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang disebut-sebut akan terdiri dari 48 kementerian. Angka ini jauh lebih besar dibanding jumlah kementerian yang ada saat ini, yakni 34 kementerian.

Ferry bahkan membandingkan pemerintahan yang sedang berjalan di Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam yang memiliki daratan lebih luas dibanding Indonesia, punya kabinet pemerintahan yang terdiri dari 15 kementerian.

Sebelumnya, Prabowo Subianto mengatakan pembentukan kabinet gemuk didasari sejumlah alasan, salah satunya karena Indonesia merupakan negara yang luas dan memiliki banyak kelompok.

"Kalau dibilang karena negara kita lebih besar, AS daratannya lebih besar dari Indonesia tapi menterinya hanya 15, kenapa kita harus hampir 50? sama banyaknya dengan negara bagian di AS," ujar Ferry dalam acara yang disiarkan CNNIndonesia TV, dikutip Rabu (16/10/2024). 

Maka itu, Ferry mengimbau pemerintahan baru untuk mengkaji ulang rencana perombakan kementerian dalam kabinet terbaru. Dia juga berharap tokoh-tokoh yang diundang ke kediaman Prabowo merupakan pihak yang diseleksi untuk selanjutnya berada dalam kabinet. 

"Bagi saya, jika mau efektif mari sederhanakan kabinet, masih ada waktu untuk menuju 20 Oktober (pelantikan presiden), mudah-mudahan ini benar-benar audisi, biasanya kalau audisi ada yang lolos dan ada yang tidak lolos," kata Ferry.

Sekitar lebih dari 100 tokoh dari berbagai profesi mendatangi kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara, Jakarta, pad Senin dan Selasa 15-16 Oktober 2024. Hal ini dilakukan menjelang pelantikannya menjadi Kepala Negara yang akan berlangsung 20 Oktober 2024.

Kabarnya, tokoh-tokoh ini akan didapuk menjadi menteri dan pejabat tinggi pemerintahan yang akan membantu presiden dalam kabinet pemerintahan baru. 

Menanggapi fenomena ini, Ahli Hukum Tata Negara Ferry Amsari mengkritik bahwa konsep memecah nomenklatur K/L akan menimbulkan persoalan biaya yang tinggi. 

"Untuk mengganti kop surat saja itu membutuhkan biaya miliaran rupiah dari pusat hingga ke daerah, satu kop surat saja, karena ini pengalaman saya sebagai ASN (aparatur sipil negara) di Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi," kata Ferry.

Dia menjelaskan, ketika K/L berganti satu nomenklatur, maka kop surat juga harus berganti, karena itu menjadi bentuk keabsahan birokrasi.

"Bayangkan kalau ini dipecah nomenklaturnya sebanyak ini, berapa beban biaya yang akan ditanggung?" tanya Ferry.

Selain itu, dia mengatakan pemecahan jumlah nomenklatur cenderung akan memperumit birokrasi baru. "Kalau dulu semua kendali ada di satu menteri,  nanti wilayahnya akan terbagi-bagi menjadi sangat banyak," papar dia.

Dia menambahkan, belum lagi K/L baru harus mengganti papan nama di depan kementerian baru pusat hingga ke daerah-daerah. Selain itu, harus mengganti atau membuat baju seragam baru disertai emblem logo baru. 

"Banyak tender baru lah yang pasti, saya tidak tahu siapa yang memberikan nasihat, dan siapa yang akan bahagia dengan banyaknya tender-tender baru ini," ungkap Ferry.

Menurut dia, sistem kepemimpinan presidensial seharusnya menggagas konsep pemerintahan yang efektif. Hal ini tidak tergambar dalam pemerintahan baru yang mengusung jumlah K/L sangat banyak.

(lav)

No more pages