Bloomberg Technoz, Jakarta - Ahli Hukum Tata Negara menilai penambahan jumlah kementerian/lembaga (K/L) di era pemerintahan baru akan mengubah nomenklatur dan otomatis menciptakan banyak tender baru. Hal ini dikhawatirkan hanya akan menguntungkan pihak tertentu.
Sekitar 49 tokoh dari berbagai profesi mendatangi kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara, Jakarta, Senin (15/10/2024). Hal ini dilakukan menjelang pelantikannya menjadi Kepala Negara yang akan berlangsung 20 Oktober 2024.
Kabarnya, 49 tokoh ini akan didapuk menjadi menteri yang akan membantu presiden dalam kabinet pemerintahan baru. Jika benar seluruh tokoh ini menjadi pembantu presiden, maka artinya jumlah kementerian membengkak dari semula hanya 34 kementerian di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menanggapi fenomena ini, Ahli Hukum Tata Negara Ferry Amsari mengkritik bahwa konsep pemecahan jumlah nomenklatur cenderung memperumit birokrasi, dan akan rentan menguntungkan pihak tertentu secara sengaja melalui munculnya lelang-lelang pengadaan baru.
"Kalau dulu semua kendali ada di satu menteri, nanti wilayahnya akan terbagi-bagi menjadi sangat banyak," papar Ferry dalam siaran CNNIndonesia TV, dikutip Selasa (15/10/2024).
Dia menambahkan, belum lagi K/L baru harus mengganti papan nama di depan kementerian baru pusat hingga ke daerah-daerah. Selain itu, harus mengganti atau membuat baju seragam baru disertai emblem logo baru.
"Banyak tender baru lah yang pasti, saya tidak tahu siapa yang memberikan nasihat, dan siapa yang akan bahagia dengan banyaknya tender-tender baru ini," ungkap Ferry.
Menurut dia, sistem kepemimpinan presidensial seharusnya menggagas konsep pemerintahan yang efektif. Hal ini tidak tergambar dalam pemerintahan baru yang mengusung jumlah K/L sangat banyak.
Dia memaparkan penambahan jumlah K/L pada pemerintahan baru akan menimbulkan persoalan biaya tinggi, dan menghamburkan banyak biaya negara.
"Untuk mengganti kop surat saja itu membutuhkan biaya miliaran rupiah dari pusat hingga ke daerah, satu kop surat saja, karena ini pengalaman saya sebagai ASN (aparatur sipil negara) di Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi," kata Ferry.
Dia menjelaskan, ketika K/L berganti satu nomenklatur, maka kop surat juga harus berganti, karena itu menjadi bentuk keabsahan birokrasi.
"Bayangkan kalau ini dipecah nomenklaturnya sebanyak ini, berapa beban biaya yang akan ditanggung?" tanya Ferry.
Sebelumnya, Presiden Terpilih Prabowo Subianto pernah mengklaim pembentukan kabinet gemuk didasari sejumlah alasan, salah satunya negara Indonesia yang luas dan memiliki banyak kelompok.
"Saya ingin membentuk pemerintahan persatuan nasional yang kuat, terpaksa koalisi besar. Nanti akan dibilang kabinet Prabowo kabinet gemuk, ya negara kita besar bung," kata Prabowo saat memberikan sambutan di penutupan BNI Investor Daily Summit di JCC, Rabu (9/10/2024).
(lav)