"Kalau pesan-pesan tempat duduk itu naik bus ke Jawa (Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur). Kalau bus ke Tasikmalaya, Garut, Bandung naik ya naik saja. Ribet (tiket) online, pakai transfer, saya enggak bisa," tuturnya.
Sama seperti Koswara, Ujang Wahyu (53) mengeluhkan cara pembelian tiket yang ditawarkan oleh perusahaan bus kebanggaan warga Tasikmalaya itu. Menurutnya, pembelian tiket secara daring membuat penumpang makin malas.
"Kalau mau dapat tempat duduk ya jangan malas. Datang duluan jangan datang belakangan pakai tiket online. Kita berebut naik dia datang tiba-tiba langsung duduk. Jadi makin malas," katanya.
Ujang enggan membeli tiket secara daring lantaran menurutnya justru tak fleksibel sebab dia harus naik bus di jam dan tempat yang sudah ditentukan.
"Kalau beli online harus naik yang jam itu. Repotnya kalau tiba-tiba ada urusan mendadak diundur beberapa jam berangkatnya hangus tiket. Kalau bayar di atas ini kan ya suka-suka, ada bus, kosong, naik, bayar sama kondektur," ujarnya.
Sementara itu, Fitri (27) penumpang bus Budiman dari Bekasi tujuan Karangpucung menyebut dirinya sempat bersitegang dengan penumpang lainnya lantaran tempat duduk yang sudah dipesannya secara daring diduduki oleh penumpang lain.
"Sudah pesan tiket online dari dua hari lalu. Pas naik tetap saja rebutan, tempat duduk ditempati orang. Orangnya ngeyel dengan alasan biasanya siapa cepat dia dapat (tempat duduk). Kacau ini sih," katanya.
Dia menyebut dirinya sengaja memesan tiket secara daring untuk memastikan ketersediaan tempat duduk sebab dia punya pengalaman kurang menyenangkan saat mudik ke Karangpucung beberapa tahun lalu.
"Ke Karangpucung busnya tidak sebanyak ke Tasikmalaya yang setiap jam ada. Saya datang, berebut naik, kalah sama laki-laki yang lebih kuat badannya besar-besar," ujarnya.
Menurut Fitri, ketegasan dari awak bus dan petugas kontrol dibutuhkan agar penumpang yang membeli tiket secara daring tidak dirugikan. Selain itu, alangkah baiknya juga agar tempat duduk yang sudah terjual secara daring diberi tanda khusus.
"Kondektur ini ada yang tegas ada yang pasrah. Sopir juga sama, tetapi saya maklum lah mereka kan tugasnya bukan itu saja. Penumpangnya yang harus tertib, semoga ke depannya bisa tertib tidak main duduk sembarangan," paparnya.
Terkait dengan tarif, menurut Fitri kenaikannya masih dalam batas wajar. Tarif Bekasi-Karangpucung selama masa arus mudik dan balik dibanderol dengan harga Rp195.000 atau naik dari tarif normal sebelumnya yang dipatok Rp165.000 untuk kelas Bisnis AC.
Iwan Kurniawan (42), salah satu kondektur bus Budiman mengaku kesulitan mengatur penumpang yang kerap menduduki tempat duduk yang sudah dipesan secara daring dan yang tidak. Apalagi saat musim ramai penumpang seperti libur panjang dan Lebaran.
"Sabar-sabar sajalah, kalau enggak sabar saya mah sudah pukul-pukulan kali. Dikasih tahu ngeyel, ngotot. Padahal jelas-jelas itu ada isinya tempat duduk," ujarnya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut kata dia, pihaknya memberikan tanda menggunakan kertas bertuliskan "tiket online". Namun beberapa penumpang tidak menggubrisnya dan tetap menduduki tempat duduk bertanda.
"Ini juga baru ya sistem online-nya, masih ada saja yang begitu jadinya," kata dia.
(rez/ezr)