"Karena, jika lihat saat ini, tingkat produktivitas beberapa tanaman seperti padi itu terus turun, sementara demand masyarakat meningkat. Tentu hal ini akan memperbesar porsi impor yang dapat menjadikan indonesia tidak lagi swasembada," ungkapnya.
Sekadar catatan, bila mengacu kepada data Badan Pusat Statistik (BPS) selama beberapa tahun terakhir, memang terjadi stagnasi produksi beras dalam negeri dengan rata-rata hanya mencapai sekitar 30 juta ton per tahun.
Atas dasar itu, Eliza menilai akan sulit bagi Indonesia untuk mencapai swasembada pangan dalam 3—4 tahun ke depan.
Belum lagi, berdasarkan data statisktik BPS yang dipaparkan Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini pada Selasa (17/9/2024), impor beras sepanjang 2024 juga masih mengalami kenaikan.
Impor beras selama Januari—Agustus, kata Pudji, mencapai 3,05 juta ton dengan nilai US$1,91 miliar. Andil impor beras adalah 1,5% dari total impor nonmigas. Adapun, negara asal impor beras tertinggi adalah Thailand.
Untuk diketahui, target swasembada ini disampaikan oleh Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Pemanfaatan Sumber Daya Lahan Marginal Kementan, Anny Mulyani. Menurutnya, saat ini kementerian telah mematangkan peta jalan perberasan untuk mencapai target tersebut.
“Kami telah memetakan program-program strategis, seperti pompanisasi, optimalisasi lahan rawa, dan cetak sawah, yang diharapkan bisa menambah produksi beras hingga jutaan ton per tahun,” ujar Anny melalui siaran pers, medio pekan lalu.
Rencananya, produksi beras nasional akan mulai ditingkatkan signifikan pada 2025 dengan program pompanisasi dan cetak sawah di areal seluas 1 juta hektare (ha). Dengan demikian, produksi beras diharapkan mampu bertambah 2,5 juta ton per tahun.
Tahun selanjutnya, atau pada 2026, Kementan akan melanjutkan cetak sawah dan perbaikan irigasi di areal seluas 1 juta ha tersebut, serta mengurangi ketergantungan pada impor. “Target kami, produksi beras melonjak hingga 5 juta ton,” klaim Anny.
Pada 2027, produksi beras ditingkatkan lagi menjadi 10 juta ton, melalui cetak sawah dan perbaikan irigasi di area yang sama. Pada tahun ini, Indonesia diharapkan telah mencapai swasembada penuh.
Selanjutnya, pada 2028, Indonesia ditargetkan mulai mengekspor beras, dengan target peningkatan produksi hingga 10 juta ton.
Puncaknya, pada 2029, Kementan mencanangkan produksi mencapai 12,5 juta ton beras, dengan program cetak sawah, ekspor beras, dan bantuan beras untuk kebutuhan kemanusiaan.
“Peta jalan ini menggarisbawahi transformasi besar Indonesia; dari swasembada pada 2027 hingga menjadi lumbung pangan dunia pada 2029. Dengan dukungan semua pihak, kita bisa mewujudkan hal ini,” ujar Anny.
Sekadar catatan, saat ini, pemerintah tengah berfokus pada lahan intensifikasi sawah eksisting seluas 40.000 ha di Kabupaten Merauke, Papua Selatan.
"Dari jumlah tersebut, 35.000 ha di antaranya dalam masa pertanaman. Ke depan akan kami perluas sehingga menghasilkan produksi yang cukup besar," jelasnya.
Di sisi lain, presiden terpilih Prabowo Subianto menjanjikan Indonesia akan mencapai swasembada pangan dalam 4 tahun pertama masa kepemimpinannya sebagai presiden ke-8 Republik Indonesia.
Dia menegaskan target ambisius pemerintah yang akan datang untuk mencapai swasembada pangan harus dihadapi dengan berani lantaran pemerintah tidak akan lagi membiarkan anak-anak Indonesia tidak makan pagi.
“Tidak ada pilihan, kita harus swasembada pangan. Dan saya yakin [Indonesia] akan swasembada pangan paling lambat 4 tahun setelah saya menerima mandat pada 20 Oktober [2024],” tegasnya di acara BNI Investor Daily Summit 2024, Rabu (9/10/2024).
Menurutnya, target swasembada pangan adalah hal fundamental yang harus dicapai untuk keberlanjutan suatu bangsa. Suatu negara harus dapat memastikan sektor pangan harus aman dengan produksi yang cukup untuk memberi makan kepada rakyatnya.
“Bangsa yang merdeka tidak boleh bergantung impor pangan. Saya bertekad untuk swasembada pangan. Saya yakin saya benar karena sejarah membuktikan saya benar,” tutur Prabowo.
Produksi Beras Indonesia 10 Tahun Terakhir :
- 2014 : 41,18 juta ton
- 2015 : 43,82 juta ton
- 2016 : 46,13 juta ton
- 2017 : 47,30 juta ton
- 2018 : 31,42 juta ton
- 2019 : 31,31 juta ton
- 2020 : 31,36 juta ton
- 2021 : 31,33 juta ton
- 2022 : 31,54 juta ton
- 2023 : 31,10 juta ton
(prc/wdh)
