Logo Bloomberg Technoz

Lantas, siapa saja penambang yang menggarap ketiga harta karun tembaga tersebut? Berikut perinciannya:

Tambang terbuka tembaga./Bloomberg-SeongJoon Cho

Anak Usaha BRMS di Gorontalo

Direktur PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) Herwin Hidayat mengatakan tambang tembaga—yang dikelola oleh anak usahanya yakni PT Gorontalo Minerals — di Gorontalo saat ini sedang dalam fase eksplorasi dan bakal mulai berproduksi usai 2028.

Saat ini, jumlah cadangan yang ada sekitar 100 juta ton bijih dan sumber daya yang ada sekitar 400 juta ton bijih. Adapun, kadar tembaganya sekitar 0,5%—0,7%. Namun, informasi cadangan dan sumber daya tersebut yang masih harus dieksplorasi lebih jauh untuk dapat ditingkatkan lagi ke depannya

“Memang masih butuh waktu, jadi untuk produksinya sendiri masih mungkin nanti setelah 2028 karena fokus kami sekarang selain untuk produksi yang dari tambang emas di Palu juga untuk yang tembaga di Gorontalo masih kita eksplorasi lebih lanjut,” ujar Herwin kepada Bloomberg Technoz.

Untuk tambang tembaga dan emas yang ada di Gorontalo, Herwin mengatakan, saat ini masih eksplorasi lebih jauh dan juga akan melakukan kegiatan pengeboran untuk meningkatkan jumlah cadangan dan sumber daya yang ada saat ini.

Herwin mengatakan PT Gorontalo Minerals—yang mengelola tambang tembaga dan emas — sudah memiliki izin produksi dan konstruksi dari pemerintah untuk mengelola konsesi tambang di area seluas hampir 25,000 hektare di kabupaten Bone Bolango, Gorontalo sampai 2052.

Herwin mengatakan saat ini perseroan masih fokus untuk meningkatkan produksi dari tambang emas di Palu, baik dari penambangan terbuka maupun penambangan bawah tanah.

“Anak usaha kami yang mengelola tambang emas di Palu tersebut adalah PT Citra Palu Minerals,” ujarnya.

Ilustrasi penambangan dan pengolahan logam dan mineral (dok PT Merdeka Copper Gold Tbk)

Entitas MDKA di Banyuwangi

Di sisi lain, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) melalui anak usaha PT Bumi Suksesindo (BSI) mengatakan bakal memiliki tambang tembaga terbesar ke-3 di Indonesia—setelah miik PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Internasional Tbk  (AMMN) — melalui proyek tembaga Tujuh Bukit di Banyuwangi, Jawa Timur, yang saat ini masih dalam fase praproduksi.

General Manager Communications MDKA Tom Malik mengatakan tambang tersebut berpotensi meningkatkan produksi tembaga Indonesia dalam rentang 10% sampai 15%.  

“Apabila beroperasi, proyek tembaga Tujuh Bukit akan menjadi tambang tembaga ke-3 terbesar di Indonesia dan berpotensi meningkatkan produksi tembaga Indonesia 10%—15%,” ujar Tom kepada Bloomberg Technoz.

Dilansir melalui situs resmi, per Maret 2024, Mineral Resources Estimate (MRE) terbaru dari proyek ini melaporkan peningkatan jumlah sumber daya mineral terindikasi.

Total kandungan sumber daya mineral proyek ini meningkat dari 1.706 juta ton menjadi 1.738 juta ton, dengan peningkatan pada sumber daya mineral terindikasi dari 442 juta ton menjadi 755 juta ton.

Dengan demikian, dari yang semula mengandung 8,1 juta ton tembaga dan 27,4 juta ons emas, proyek tembaga Tujuh Bukit saat ini mengandung 8,2 juta ton tembaga dan 27,9 juta ons emas.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi konsentrat tembaga sebesar 3,32 juta metrik ton (MT) pada 2022.

Sejak 2018, MDKA telah menginvestasikan US$200 juta (atau setara Rp3,11 triliun asumsi kurs saat ini) untuk studi kelayakan yang terperinci, termasuk eksplorasi sepanjang 1.890 meter, pengeboran untuk mendefinisikan sumber daya, pemodelan geologi, studi teknis, dan studi prakelayakan atau prefeasibility study (PFS) yang rampung pada Mei 2023.

PFS tersebut menegaskan manfaat ekonomi yang tinggi untuk pengembangan tambang bawah tanah ini, yang berumur panjang dan signifikan secara global dengan pendekatan bertahap.

Pada puncak produksinya, Proyek Tembaga Tujuh Bukit akan memproses 24 juta ton bijih per tahun untuk menghasilkan lebih dari 110.000 ton tembaga dan 350.000 ounces emas per tahun selama lebih dari 30 tahun.

Saat ini, MDKA fokus mengoptimalkan kinerja dan memulai menyusun bankable feasibility study yang dapat lebih diandalkan.

Optimalisasi tersebut mencakup pengembangan metalurgis untuk meningkatkan perolehan logam yang dapat diekstrak dari bijih, peningkatan kualitas bijih yang ditambang, dan penambangan terbuka untuk bijih tembaga tambahan.

“Proyek tembaga Tujuh Bukit merupakan salah satu cadangan tembaga terbesar yang belum dieksploitasi. Proyek ini berada di bawah tambang emas Tujuh Bukit yang sudah beroperasi sejak 2017 di bawah izin usaha pertambangan [IUP] PT BSI,” ujar Tom.

Pekerja berjalan di Kompleks Peleburan Tebing Tembaga Vale di Sudbury, Ontario, Kanada (Dok. Bloomberg)

Bekingan Grup Vale di Sumbawa

Tidak ketinggalan, PT Sumbawa Timur Mining (STM) tengah mengelola proyek eksplorasi pertambangan tembaga di Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat berdasarkan Kontrak Karya generasi ke-7.

Corporate Communications STM Cindy Elza mengatakan STM saat ini dalam proses menyelesaikan prastudi kelayakan atau prefeasibility study (PFS) dan ditargetkan memasuki tahap studi kelayakan atau feasibility study (FS) pada 2025. Adapun, target operasi produksi setelah 2030.

Dilansir melalui situs resminya, sebanyak 80% STM dimiliki oleh Eastern Star Resources Pty Ltd, yang notabene merupakan anak perusahaan yang 100% dimiliki oleh Vale Holdings B.V. Sementara itu, 20% saham STM dimiliki oleh PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM) atau Antam.

“STM membutuhkan dukungan seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan visinya menjadi operasi pertambangan tembaga kelas dunia, yang didukung oleh energi terbarukan panas bumi dan kami optimistis mewujudkannya,” ujar Cindy kepada Bloomberg Technoz.

Pada 2022, kata Cindy, pengumuman publik kedua terkait deposit onto—atau sebutan yang digunakan STM untuk menyebutkan deposit tembaga ini — diumumkan. Total sumber daya diperkirakan 2,1 miliar ton yang setiap tonnya mengandung 0,86% tembaga (Cu) dan 0,48 gram emas (Au).

Sumber daya ini berupa deposit endapan atau belum diekstraksi mengandung mineral terletak sekitar 500 sampai dengan 600 meter di bawah permukaan bumi dan berjalin dengan sistem geothermal dengan suhu mencapai 110 derajat celcius.

“Inilah tantangan sekaligus salah satu keunikan Proyek Hu'u,” ujarnya.

Namun, Cindy mengatakan estimasi produksi STM belum dapat diinformasikan, mengingat tahapannya masih PFS. Masih diperlukan studi mendalam untuk meningkatkan keyakinan sumber daya dan studi teknis lainnya untuk merancang pertambangan.

(dov/wdh)

No more pages