Logo Bloomberg Technoz

Waspada Jebakan Utang China di Sektor Nikel

Ruisa Khoiriyah
11 October 2024 13:45

Pabrik pengelohan feronikel di Pulau Obi, Maluku milik Harita Nickel. (Dok Dimas Ardian/Bloomberg)
Pabrik pengelohan feronikel di Pulau Obi, Maluku milik Harita Nickel. (Dok Dimas Ardian/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia tentang minimnya partisipasi perbankan dalam negeri dalam membiayai proyek hilirisasi nikel, mencuatkan lagi isu kenaikan nilai Utang Luar Negeri (ULN) yang dicatat oleh Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir, terutama dari China.

Ketergantungan industri yang besar akan investasi dan pinjaman asing, dalam hal ini industri hilirisasi nikel yang dijalankan oleh sektor swasta, berdampak pada posisi ULN yang meningkat tajam terutama pinjaman Tiongkok.

Mengacu pada data Bank Indonesia, lonjakan nilai utang luar negeri dari Tiongkok menjadi salah satu penyumbang terbesar kenaikan nilai ULN Indonesia selama satu dasawarsa terakhir.

Pada akhir 2013, posisi ULN dari Tiongkok baru sebesar US$6,15 miliar. Kala itu posisi ULN Indonesia dari China masih jauh di bawah nilai pinjaman luar negeri dari Singapura, Jepang, Belanda juga Amerika Serikat

Petanya berubah sejak proyek hilirisasi digadang besar-besaran oleh pemerintah di bawah Presiden RI Joko Widodo. Per akhir Juli lalu, sebagaimana data terbaru yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, posisi ULN Tiongkok membengkak jadi US$22,75 miliar, setara dengan Rp354,97 triliun dengan kurs dolar AS saat ini.