Adapun, sambung Hashim, salah satu tujuan penghapusan pajak ini adalah agar sektor industri properti dapat kembali bangkit dan dalam jangka panjang dapat memberikan kontribusi lebih besar kepada produk domestik bruto (PDB).
"Ini rekomendasi kita ke pemerintah untuk dihapus 16% untuk sementara waktu," jelas Hashim.
Sekadar catatan, BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Pajak ini dibayar oleh pihak yang memperoleh hak tersebut, baik melalui pembelian, hibah, warisan, tukar-menukar, maupun pemberian hak baru.
Besaran BPHTB ditetapkan berdasarkan nilai perolehan tanah dan bangunan, dengan tarif umum sebesar 5% dari nilai perolehan objek pajak kena pajak (NPOPKP). NPOPKP dihitung setelah dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.
Meski demikian, Hashim juga tetap menyoroti langkah kebijakan tersebut memang akan mengurangi pendapatan negara dalam jangka pendek.
Walaupun begitu, dia meyakini kerugian tersebut akan diimbangi oleh peningkatan pendapatan dari sumber-sumber lain, seperti pajak dari kontraktor dan sektor-sektor yang terkait dengan pembangunan properti.
Terlebih, tegas Hashim, pemerintahan Prabowo akan membentukKementerian Penerimaan Negara yang akan mengatur pemasukan untuk negara.
"Justification untuk mengimbangi loss of revenue kita bisa hitung. Mungkin kawan-kawan dari REI, dari BTN, kalau kita hapus [pajak perumahan] 16% ini negara hilang revenue berapa tapi kita nanti akan dapat dari pajak dan lain-lain, dari kontraktor, dari revenue-revenue lain," pungkasnya.
(prc/wdh)