Gugatan keabsahan pencalonan Gibran ini diajukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sidang telah berlangsung selama empat bulan, sejak perdana digelar pada 30 Mei lalu.
Dalam prosesnya, majelis hakim kemudian mengabulkan pengajuan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang menjadi pasangan calon nomor urut 02 pada Pemilu 2024, menjadi tergugat II intervensi.
Pada gugatannya, PDIP menyoal syarat usia cawapres pada PKPU yang belum diubah sesuai putusan MK saat Gibran mendaftar diri ke KPU. Berarti, saat itu, syarat maju sebagai cawapres seharusnya masih berusia minimal 40 tahun saja.
Atau, belum mengikuti putusan MK terakhir yang membuka ruang baru dengan memberikan peluang para kepala daerah di bawah 40 tahun maju sebagai cawapres. Gibran pun saat itu mendaftar berbekal pengalaman menjadi wali kota Solo selama dua tahun.
Sebagai konsekuensi, PDIP meminta KPU menunda semua pelaksanaan terkait SK KPU nomor 360 tahun 2024 yang berisi penetapan Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pemilu 2024. Termasuk, penerbitan keputusan lainnya sebagai tindakan administrasi penetapan kemenangan Prabowo Gibran.
Dalam pokok perkara, PDIP meminta majelis hakim PTUN Jakarta menyatakan batal SK KPU 360/2024 tak sah atau dicabut. Selain itu, hakim diminta mencoret Prabowo-Gibran dari daftar paslon pada Pemilu 2024.
Dalil ini sebenarnya sudah pernah digunakan PDIP saat membela pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD pada sidang sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi. Namun, hakim MK menolak dalil tersebut dan tetap menilai pencalonan Gibran sah. KPU pun sempat menjelaskan alasan menerima pencalonan Gibran karena menaati putusan MK soal batas usia capres cawapres.
(mfd/frg)