Logo Bloomberg Technoz

Seribu Aral Hilirisasi Tambang di Balik Booming Nikel

Dovana Hasiana
10 October 2024 13:30

Tungku matte penyadapan bijih di pabrik pengolahan yang dioperasikan oleh PT Vale Indonesia di Sorowako./Bloomberg-Dimas Ardian
Tungku matte penyadapan bijih di pabrik pengolahan yang dioperasikan oleh PT Vale Indonesia di Sorowako./Bloomberg-Dimas Ardian

Bloomberg Technoz, Jakarta – Penghiliran—atau ‘hilirisasi’ menurut terminologi yang sering dipakai pemerintah — pertambangan mineral logam menjadi salah satu kebijakan yang digadang-gadang oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), terutama pada periode kedua masa kepemimpinannya.

Dalam berbagai kesempatan, Jokowi dan menteri-menteri yang berada dalam Kabinet Indonesia Maju selalu melontarkan data ihwal kinerja pertumbuhan ekspor, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), investasi, hingga penyerapan tenaga kerja usai pemerintah memutuskan untuk melakukan hilirisasi industri mineral logam.

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penghiliran atau hilirisasi bermakna proses, cara, perbuatan untuk melakukan pengolahan bahan baku menjadi barang siap pakai.

Pemerintah kemudian menerjemahkan hilirisasi mineral ke dalam kebijakan untuk melarang ekspor barang mentah—seperti bijih nikel sejak 2020, bijih bauksit sejak 2023, dan konsentrat tembaga yang rencananya bakal dilarang pada akhir 2024 — agar bisa diolah di dalam negeri dan menciptakan nilai tambah bagi Indonesia.

Ekspor Nikel, Ekspor Tembaga, dan Ekspor Bauksit (Bloomberg Technoz)

Tidak bisa dipungkiri, data-data yang ada menunjukkan pertumbuhan ekspor yang signifikan sejak pelarangan tersebut. Merujuk pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor nikel dan barang daripadanya (HS 75) meningkat dari hanya US$1,05 miliar pada 2014 menjadi US$6,81 miliar pada 2023.