“Jadi sekarang bagi pengusaha EBT, tidak ada lagi alasan untuk kalian mengatakan ini tidak ekonomis, karena sudah clear. Kemarin saya sudah teken, beberapa perusahaan sudah jalan,” ujarnya.
Isu Transmisi
Kedua, masalah transmisi yang tidak menghubungkan sumber EBT dengan permintaan. Bahlil menyebut terdapat sumber EBT sebesar 350 megawatt (MW), tetapi tidak ada jaringan untuk menghubungkan sumber tersebut.
Dalam kaitan itu, Bahlil mengatakan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tidak didesain secara komprehensif, melainkan parsial.
“Listriknya ada, jaringannya tidak ada, PLN-nya 'dibunuh' dong, bayar take or pay 80% siapa yang mau?" ujarnya.
Dengan demikian, penyusunan RUPTL harus dilakukan dengan mengidentifikasi kapasitas yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi, sumber wilayah EBT dan ketersediaan jaringan.
“Kalau belum ada jaringannya PLN harus lakukan investasi bangun jaringannya, jangan bangun power plant dahulu, kalau tidak nanti bayar. Makanya PLN keuntungan kita tidak terlalu bagus karena itu bayar barang mubazir,” ujarnya.
Kementerian ESDM melaporkan realisasi kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia mencapai 93 gigawatt (GW) per Semester 1-2024 atau periode hingga Juni 2024.
Subkoordinator Penyiapan Perencanaan dan Kebijakan Ketenagalistrikan Nasional Kementerian ESDM Hasan Maksum menjelaskan 85% atau 79,75 GW dari kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia tersebut merupakan energi berbasis fosil.
Perincianya, 53% atau 49,88 GW berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), 27% atau 25,24 GW berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), dan 5% atau 4,64 GW berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).
“Jenis pembangkit dari 93 GW sampai saat ini ada sebesar 79,7 GW atau 85% merupakan pembangkit fosil,” ujar Hasan dalam agenda Forum Tematis Bakohumas di Bandung, dikutip Sabtu (14/9/2024).
Sementara itu, realisasi pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) baru 15% atau 13,71 GW.
Pembangkit listrik berbasis EBT tersebut a.l. 7% atau 6,69 GW berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), 3% atau 2,6 GW berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), 4% atau 3,41 GW berasal dari PLT Bio dan 1% atau 0,61 GW dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
(dov/wdh)