Logo Bloomberg Technoz

Sedangkan saham-saham yang melemah dan menjadi top losers antara lain PT Harta Djaya Karya Tbk (MEJA) yang jatuh 9,82%, PT Super Energy Tbk (SURE) ambruk 9,81%, dan PT Manggung Polahraya Tbk (MANG) anjlok 9,68%.

Bursa Saham Asia lainnya ikut melemah, terutama saham-saham China yang turut menyeret Bursa lain, Shenzhen Comp. (China), CSI 300 (China), Shanghai Composite (China), PSEI (Filipina), Hang Seng (Hong Kong), SENSEX (India), dan KLCI (Malaysia), yang tertekan dan drop dengan masing-masing 8,65%, 7,05%, 6,62%, 1,50%, 1,38%, 0,21%, dan 0,04%.

Shenzhen Stock Exchange Composite Index di Rabu 9 Oktober (Bloomberg)

Di sisi berseberangan, Nikkei 225 (Tokyo), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), Straits Times (Singapura), Topix (Jepang), SETI (Thailand), dan TW Weighted Index (Taiwan), berhasil menguat masing-masing 0,87%, 0,78%, 0,56%, 0,30%, 0,29%, dan 0,21%.

Bursa Saham Asia dan IHSG gagal memanfaatkan momentum penguatan di Bursa Saham Amerika Serikat. Dini hari tadi waktu Indonesia, tiga indeks utama di Wall Street kompak ditutup menghijau.

Nasdaq Composite, S&P 500, dan Dow Jones Industrial Average masing-masing melesat dengan kenaikan 1,45%, 0,97%, dan 1,30%.

Pemerintah China Tunda Stimulus Tambahan

Bursa Saham China merosot imbas tidak adanya inisiatif lebih lanjut di pertemuan kebijakan utama pada Selasa, hingga mengecewakan para investor.

Semakin banyak Ahli Strategi dan pengelola dana investasi menyatakan skeptisisme, dengan mengatakan Beijing perlu mendukung janji pengeluarannya dengan uang sungguhan. Sementara beberapa yang lain memperingatkan bahwa reli ini sudah terlalu cepat karena Bursa Saham telah melonjak lebih dari 30% dalam hitungan hari.

“Pasar bergelut di antara ekspektasi akan lebih banyak stimulus dan kenyataan-kenyataan ekonomi,” ujar Yi Wang, Kepala Investasi Kuantitatif di CSOP Asset Management Ltd. seperti yang diwartakan Bloomberg News.

“Investor ingin melihat perubahan cepat dari langkah-langkah stimulus menjadi peningkatan laba perusahaan, data makro yang lebih baik—baik itu inflasi, ketenagakerjaan atau utang pemerintah daerah. Namun, ada kesenjangan waktu antara ekspektasi tersebut dan realitas ekonomi.”

Fluktuatifnya Bursa China terjadi di tengah perlambatan pertumbuhan Ekonomi dan disinflasi. Pola pengeluaran selama liburan Golden Week menunjukkan sentimen konsumen tetap tertahan, dengan Turis China menghabiskan lebih sedikit uang dibandingkan dengan yang mereka lakukan pada masa liburan sebelum pandemi.

Meskipun wisatawan melakukan perjalanan lebih tinggi 10,2% selama Golden Week dibandingkan dengan 2019 yang lalu, pengeluaran konsumen hanya meningkat 7,9%, menurut data yang dirilis Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Pergerakan saham China dalam 11 hari perdagangan. (Bloomberg)

“Pasar China dan Hong Kong sangat bergejolak karena para investor, baik Investor Asing maupun domestik, masih menyeimbangkan kembali di tengah-tengah stimulus dan lonjakan likuiditas,” kata Marvin Chen, Ahli Strategi di Bloomberg Intelligence.

Langkah-langkah lebih lanjut mungkin akan datang dari Beijing. Kementerian Keuangan, yang biasanya ditugaskan menerbitkan obligasi untuk mendanai langkah-langkah stimulus dan pengeluaran tambahan, diperkirakan akan segera mengadakan Konferensi Pers yang bisa memberikan stimulus yang diinginkan pasar.

Bank-bank dan lembaga investasi global seperti Morgan Stanley dan HSBC Holdings Plc. mengharapkan stimulus mencapai 2 triliun yuan, sementara Citigroup Inc. memperkirakan jumlah stimulus sebesar 3 triliun yuan.

(fad/wep)

No more pages