Data Bloomberg mencatat, SBN tenor 5Y turun 8,7 bps ke level 6,42%, sedangkan tenor 10Y terpangkas 6,4 bps ke 6,67%. Begitu juga tenor 15Y, 20Y dan 30Y yang turun masing-masing 6,7 bps lalu 5,9 bps dan 3,2 bps ke level 6,79%, kemudian 6,95% dan 6,92%.
Sementara di pasar saham, tekanan jual kembali datang di mana IHSG ditutup turun 0,74% hari ini.
Penjualan ritel September lesu
Setelah momentum belanja Agustusan berakhir, penjualan eceran berpotensi suram kembali pada September. Survei Penjualan Eceran yang dilansir hari ini mencatat, penjualan ritel pada September diperkirakan terkontraksi alias turun -2,5% mom dan secara tahunan tumbuh melambat sebesar 4,7% yoy.
Kinerja penjualan yang diprediksi lesu selama periode September-Oktober, berpotensi memperpanjang periode deflasi yang sejauh ini sudah berlangsung lima bulan beruntun.
Deflasi berpeluang menyamai rekor terpanjang yang terjadi pada 1998 silam kala krisis ekonomi pecah, apabila kelesuan penjualan eceran makin dalam dan mengurangi tekanan inflasi harga pada November nanti.
Pada Oktober, berdasarkan hasil survei, masih potensi tekanan inflasi kembali meningkat meski penjualan diekspektasikan masih lesu. Indeks Ekspektasi Harga pada bulan ini diperkirakan sebesar 141,3, naik dibanding September.
Namun, pada November inflasi diprediksi kembali landai meski terjadi kenaikan penjualan eceran. Hasil survei memperkirakan tekanan harga pada bulan tersebut akan turun dengan Indeks Ekspektasi Harga Umum tercatat sebesar 134,3.
Deflasi yang makin panjang bisa memperbesar peluang bagi Bank Indonesia memangkas bunga acuan lebih banyak. Itu akan menjadi kabar baik bagi pemegang aset pendapatan tetap maupun saham.
(rui)