“Mahkamah Agung sudah memutuskan selesai. Tapi mereka nggak bayar, ada yang 10 tahun belum bayar, ada yang 15 tahun belum bayar. Itu jumlahnya juga sangat besar,” tutur Drajad.
Terkait total potensi penerimaan negara dari beberapa contoh tersebut, menurutnya lebih besar dari yang sebelumnya sempat disampaikan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, sekaligus adik dari Prabowo, Hashim Djojohadikusumo.
Sebelumnya, Hashim sempat menyatakan terdapat ‘kebocoran’ perpajakan dengan nilai mencapai Rp300 triliun. Namun, menurut Drajad besaran penerimaan dari pajak yang belum terkumpulkan dan sumber yang belum tergali dapat lebih dari Rp300 triliun.
“Tapi intinya ya ada kasus yang sudah inkrah tapi mereka belum bayar ke negara. Sudah wajib bayar ke negara, nggak bayar. Kemudian ada kasus-kasus transfer pricing yang sudah ketahuan. Kemudian ada beberapa kasus lain yang mungkin terlalu spesifik untuk saya sebutkan,” kata Drajad.
Pada pemberitaan sebelumnya, Hasim menyatakan Presiden Terpilih Prabowo Subianto diketahui sudah mendapatkan data ihwal indikasi kebocoran penerimaan negara yang mencapai Rp300 triliun dari industri perkebunan kelapa sawit.
Hashim mengatakan Prabowo mendapatkan data tersebut melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta sudah dikonfirmasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Ada indikasi, pengusaha yang nakal. Ada jutaan hektar kawasan hutan yang diokupasi oleh pengusaha kebun sawit yang nakal. Ternyata sudah diingatkan, tetapi sampai sekarang belum bayar. Kami dapat data bisa sampai Rp300 triliun yang belum bayar,” ujar Hashim dalam agenda Diskusi Ekonomi bersama Pengusaha Internasional Senior di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Senin (7/10/2024).
(azr/lav)