Logo Bloomberg Technoz

Berdasarkan publikasi Survei Penjualan Eceran terbaru yang dilansir oleh Bank Indonesia hari ini, tercatat capaian penjualan ritel pada Agustus tumbuh 1,7% month-on-month (mom) dan naik 5,8% year-on-year (yoy), terdongkrak belanja masyarakat yang meningkat memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI.

Setelah momentum belanja Agustusan berakhir, penjualan eceran berpotensi suram kembali. Survei yang sama memperkirakan, penjualan ritel pada September akan terkontraksi alias turun -2,5% mom dan secara tahunan tumbuh melambat sebesar 4,7% yoy

Pembeli bertransaksi di warung kelontong dengan alat bayar QRIS (Biro Humas Kemendag)

Kontraksi penjualan eceran pada September diperkirakan karena kelesuan penjualan di segmen makanan, minuman dan tembakau (-3,2%), lalu segmen barang budaya dan rekreasi (-3,9%), segmen barang lainnya (-3%) dan kelompok sandang/pakaian (-3,3%).

"Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya permintaan masyarakat setelah berakhirnya program diskon yang ditetapkan peritel pada masa perayaan HUT Kemerdekaan," jelas Bank Indonesia.

Sedangkan secara tahunan, prakiraan terjadi perlambatan penjualan ritel pada September terutama karena kontraksi penjualan yang terjadi di segmen alat informasi dan komunikasi (-11,2%), perlengkapan rumah tangga lainnya (-3,6%) dan kelompok barang budaya dan rekreasi (-2%).

"Perlambatan pertumbuhan pada penjualan eceran kelompok makanan, minuman dan tembakau menjadi sebesar 6,3%, menahan pertumbuhan penjualan ritel secara keseluruhan pada September," kata Bank Indonesia.

Beberapa kota yang disurvei juga terindikasi masih akan mencatatkan kontraksi penjualan ritel pada bulan lalu. Yaitu di Banjarmasin (-10,5%), Surabaya (-4,2%), Bandung (-1,4%), Semarang (-1,3%).

Secara tahunan, penjualan ritel di kota Banjarmasin terkontraksi tajam pada September hingga -23,4% yoy, memperpanjang periode kontraksi beruntun yang terjadi sejak April dan menjadi kontraksi terdalam sepanjang enam bulan terakhir. 

Adapun pada Oktober ini, penjualan ritel diperkirakan masih lesu terindikasi dari Indeks Ekspektasi Penjualan pada Oktober yang tercatat turun ke 139,7. Sedangkan pada November ada potensi kenaikan tipis dengan Indeks Ekspektasi Penjualan naik jadi 144,4. 

Deflasi Berlanjut

Pada Oktober, berdasarkan hasil survei, ada potensi tekanan inflasi kembali meningkat meski penjualan diekspektasikan masih lesu. Indeks Ekspektasi Harga pada bulan ini diperkirakan sebesar 141,3, naik dibanding September.

Namun, pada November inflasi diprediksi kembali landai meski terjadi kenaikan penjualan eceran. Hasil survei memperkirakan tekanan harga pada bulan tersebut akan turun dengan Indeks Ekspektasi Harga Umum tercatat sebesar 134,3. 

Potensi deflasi baru terhenti memasuki Desember ketika libur Natal dan Tahun Baru datang bersamaan dengan libur semester ganjil anak sekolah.

Survei memperkirakan inflasi pada Desember meningkat dan selanjutnya kembali landai pada Januari-Februari. "[Tekanan inflasi yang menurun] pada November 2024 dan Februari 2025 didukung oleh kelancaran distribusi dan ketersediaan barang yang mencukupi," kata Bank Indonesia.

Akhir Februari, bulan Ramadan datang dan kemungkinan akan membawa inflasi bulan Maret-April akan lebih tinggi seiring dengan peningkatan belanja masyarakat di musim perayaan.

Prediksi Kuartalan Direvisi Turun

Meski secara bulanan terlihat lesu, secara kuartalan, capaian penjualan ritel di perekonomian domestik masih lebih baik.

Bank Indonesia memprediksi, penjualan ritel pada kuartal III meningkat dengan pertumbuhan 5% yoy, naik signifikan dibanding kuartal sebelumnya yang cuma tumbuh 0,7% yoy. "Terutama terjadi pada kelompok sandang dan makanan, minuman serta tembakau," kata Bank Indonesia.

Namun, prediksi kinerja itu sedikit turun dibanding perkiraan sebelumnya di mana pada kuartal III penjualan ritel diramal tumbuh 5,1% yoy.

(rui/aji)

No more pages