Dalam kaitan itu, Freeport memberikan masukan kepada pemerintah agar ketentuan IUPK tidak lagi dibatasi dengan jangka waktu, melainkan diberikan perpanjangan sampai dengan cadangan habis.
Bahkan, Tony mengatakan, kebijakan perpanjangan izin pertambangan sampai cadangan habis juga sudah diterapkan di negara-negara tambang di luar Indonesia.
“Jadi memang sebaiknya adalah diberikan [tanpa batas waktu], apalagi sudah terintegrasi hulu hilir ini, diberikan perpanjangannya sampai dengan cadangannya habis,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesian Mining Association (IMA) Rachmat Makkasau mengatakan pemerintah perlu mempertegas ihwal batas waktu izin usaha pertambangan (IUP).
“Memang ada beberapa aturan yang mengatakan kalau dia terintegrasi, umurnya bisa disesuaikan. Namun, bagaimana dengan hilirisasi atau proses smelter yang tidak memiliki tambang, ya kan? Nah, di sisi lain sebenarnya tambang ini punya kaitan dengan si smelter tadi. Jadi tentunya perlu dilihat, harus dilihat keberlangsungan umur dari izin tambang harus dilihat,” ujarnya.
Dengan demikian, IMA mendorong perpanjangan IUP disesuaikan dengan kemampuan smelter-nya. Rachmat mengatakan, jangan sampai kemampuan atau serapan dari produk smelter tinggi, tetapi batas waktu IUP pendek.
Senada dengan Tony, Rachmat mengatakan di beberapa negara izin pertambangannya tidak dibatasi jangka waktu selama masih dibutuhkan.
“Dibatasi dengan peraturan-peraturan terkait lingkungan, kewajiban mine closure lain-lain. Namun tidak terkait dengan izin tambangnya sendiri,” ujarnya.
Dalam berbagai pertemuan, Rachmat mengatakan, IMA sudah menyampaikan usulan tersebut kepada pemerintah. Ke depannya, hal tersebut bakal terus diusulkan kepada pemerintah, di mana industri tambang membutuhkan hal tersebut untuk memastikan keberlanjutannya.
Sekadar catatan, pemerintah sebenarnya sudah melakukan revisi ihwal IUPK yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dalam beleid tersebut, Presiden Joko Widodo resmi mempercepat periode permohonan perpanjangan IUPK menjadi paling lambat 1 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan operasi produksi.
Perpanjangan IUPK operasi produksi diberikan selama ketersediaan cadangan dan dilakukan evaluasi setiap 10 tahun.
Kriteria Perpanjangan IUPK Operasi Produksi:
IUPK operasi produksi, yang merupakan perubahan bentuk dari Kontrak Karya, dapat diberikan perpanjangan setelah memenuhi kriteria paling sedikit:
- memiliki fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian terintegrasi dalam negeri;
- memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian;
- sahamnya telah dimiliki paling sedikit 51% oleh peserta Indonesia;
- telah melakukan perjanjian jual beli saham baru yang tidak dapat terdilusi sebesar paling sedikit 10% dari total jumlah kepemilikan saham kepada BUMN;
- mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara; dan
- memiliki komitmen investasi baru paling sedikit dalam bentuk kegiatan eksplorasi lanjutan dan peningkatan kapasitas fasilitas pemurnian, yang telah disetujui oleh menteri.
(dov/wdh)