Berdasarkan sebarannya, jumlah anggota TNI AD mencapai 1.587 orang atau 62% dari seluruh perwira militer di jabatan sipil; TNI AL sebanyak 515 orang atau 20% dan TNI AU sebanyak 467 orang atau 18%.
Dalam kesempatan yang sama, Analis Guntur Lebang menyampaikan, kendali demokratis sipil di era Presiden Jokowi ditandai dengan kekuatan sipil yang lemah.
Berdasarkan Undang-undang TNI 34 Tahun 2004, seharusnya TNI hanya berada di jabatan sipil pada 10 kementerian atau lembaga yakni Kemenhan, Kemenko Polhukam, Kemensetneg, BIN, BSSN, Lemhanas, Wantannas, Basarnas, BNN, dan MA.
Namun saat ini, TNI juga ada di empat lembaga negara yang tak tercantum di UU TNI yakni BNPT, Bakamla, BNPB, dan Kejagung.
Saat ini, RUU TNI masih akan dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2024-2029. Draft RUU TNI mengakomodasi ketentuan yang membuka pintu bagi prajurit untuk menduduki jabatan sipil di kementerian/lembaga sesuai kebijakan presiden.
Dalam Pasal 47 Ayat (1) RUU TNI berbunyi, “prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan”.
Kemudian, Ayat (2) berbunyi, “prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden”.
Prajurit yang menduduki jabatan di kementerian/lembaga juga didasarkan atas permintaan pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku.
“Pengangkatan dan pemberhentian jabatan bagi prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian yang bersangkutan,” bunyi Ayat (4).
(mfd/frg)