Logo Bloomberg Technoz

Setidaknya ada 2 faktor yang menyebabkan koreksi harga emas. Pertama adalah aksi ambil untung (profit taking) yang masih saja terjadi.

Maklum, harga emas sudah naik begitu tajam tahun ini. Sepanjang 2024, harga emas sudah naik sekitar 28% dan berkali-kali menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa.

Jadi keuntungan yang bisa didapat memang tidak kecil. Oleh karena itu, akan ada saatnya investor ‘gatal’ mencairkan cuan.

“Emas dan perak mengalami aksi jual karena investor mencairkan keuntungan setelah kenaikan harga yang begitu tajam,” kata Ole Hansen, Head of Commodity Strategies di Saxo Bank A/S, seperti dikutip dari Bloomberg News.

Kedua adalah meredanya ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve bakal agresif dalam melonggarkan kebijakan moneter. Ini karena data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam yang masih kuat.

Akhir pekan lalu,  US Bureau of Labor Statistics mengumumkan perekonomian Negeri Paman Sam menciptakan 254.000 lapangan kerja non-pertanian (non-farm payroll) pada September.

Angka ini jauh lebih besar dibandingkan bulan sebelumnya yang sebanyak 159.000. Juga jauh di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan di 140.000. Plus, menjadi yang tertinggi dalam 6 bulan terakhir.

Sementara tingkat pengangguran turun dari 4,2% pada Agustus menjadi 4,1% bulan lalu.

Perkembangan ini membuat pasar tidak yakin bahwa bank sentral Federal Reserve akan agresif dalam menurunkan suku bunga acuan. Sebab, ternyata pasar tenaga kerja masih kuat.

Mengutip CME FedWatch, probabilitas pemangkasan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,5-4,75% pada November mencapai 85,2%. Sementara kemungkinan pemotongan 50 bps ke 4,25-4,5% praktis tidak ada alias 0%.

Bahkan ada peluang The Fed mempertahankan suku bunga di 4,75-5%. Kemungkinannya adalah 14,8%.

Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas akan lebih menguntungkan saat suku bunga turun karena ikut menurunkan opportunity cost.

(aji)

No more pages