Menurut Andi, capaian Jokowi yang bekerja sekitar 20 jam per hari masih kalah dari era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bahkan, masih sangat jauh dari capaian Presiden Soeharto pada era orde baru.
“Jadi saya selalu berpikir begini, Pak Jokowi dengan karakter kerja, dengan sekeras itu untuk saya ideal. Susah mencari pemimpin dengan karakter etos kerja seperti itu. Lah kok pertumbuhan ekonominya tidak pernah melampaui SBY? apa yang salah?,” kata dia.
Mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) tersebut menilai, permasalahan yang terjadi terbentuk secara struktural, karena etos kerjanya sudah baik. Selama 10 tahun, Jokowi dinilai terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur. Hal ini menjadi salah satu alasan pertumbuhan ekonomi menjadi stagnan.
“Kritik terbesar terhadap 10 tahun pemerintah Pak Jokowi, ia terlalu fokus pada infrastruktur. Kurang ke [pengembangan] sumber daya manusia (SDM), kurang ke pendidikan. Itu kritikan termudah untuk Pak Jokowi,” ujar Andi.
Diketahui, pada masa pemerintahan SBY, ekonomi Indonesia tumbuh cukup stabil dengan rata-rata sekitar 6% per tahun. Pertumbuhan ekonomi mencapai puncaknya pada 2011 dengan angka 6,5%, setelah sebelumnya mencatat pertumbuhan sebesar 6,3% pada 2007, dan 6,1% pada 2010.
Meski sempat terpengaruh oleh krisis finansial global pada 2008, SBY berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tetap kuat di angka 4,5% pada 2009.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di masa kepemimpinan Jokowi belum mampu menyamai capaian SBY. Pada tahun pertama kepemimpinan Jokowi di 2015, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,79%.
Pada 2016, angka tersebut sedikit meningkat menjadi 5,02%, kemudian naik lagi menjadi 5,17% pada 2018. Namun di 2023 turun di angka 5,05%. Angka pertumbuhan ini tidak pernah melewati level 6%, apalagi mendekati rekor era pemerintahan SBY.
(mfd/frg)