LFP adalah salah satu dari dua bahan kimia utama dalam baterai litium-ion, di samping nickel cobalt manganese (NCM). Berdasarkan studi Bain tentang ekosistem baterai EV, permintaan baterai global diperkirakan tumbuh sekitar empat kali lipat antara 2023 dan 2030, yang didorong oleh meningkatnya adopsi EV, memposisikan LFP untuk memainkan peran penting dalam memenuhi permintaan tersebut.
Pada 2030, NCM diproyeksikan akan mewakili sekitar 50% dari permintaan baterai litium-ion, sementara LFP diperkirakan akan menyumbang sekitar 35%, di mana keduanya diperkirakan akan tetap menjadi pusat pertumbuhan industri baterai di masa depan.
Kemitraan strategis dengan China ini berfokus pada bahan katoda LFP yang mewakili nilai tambah tertinggi dalam rantai nilai baterai. Pada 2030, Indonesia diperkirakan akan melayani pasar senilai sekitar US$10 miliar dalam bahan aktif katoda LFP.
“Ini bukan sekadar pabrik, tetapi juga fondasi dari ekosistem EV Indonesia yang terintegrasi. Melalui penyempurnaan rantai produksi baterai lithium, tidak kurang dari 3 juta unit EV di seluruh dunia akan dipenuhi kebutuhan baterai lithiumnya oleh industri di Indonesia,” kata Luhut.
Selain manfaat ekonominya, pabrik ini juga memberikan dampak signifikan bagi masyarakat setempat. Dengan penciptaan lebih dari 2.000 lapangan kerja, 92% di antaranya diisi oleh tenaga kerja lokal, hal ini merupakan contoh nyata bagaimana investasi besar bisa berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.
(dov/wdh)