Logo Bloomberg Technoz

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Index volatilitas VIX, yang menjadi barometer ketakutan Wall Street, melonjak ke level tertinggi dua bulan. Dengan kata lain, tensi ketidakpastian kembali tinggi.

“Tetapi seperti yang ditunjukkan minggu lalu, geopolitik tidak bisa diabaikan,” mengutip pernyataan Chris Larkin dari ETrade yang merupakan bagian dari Morgan Stanley. 

Israel juga melancarkan serangan darat dan udara melintasi perbatasan utaranya di Lebanon, di mana mereka memerangi Hizbullah, kelompok yang juga didukung Iran. Pemerintah Benjamin Netanyahu secara luas diperkirakan akan membalas dalam beberapa hari mendatang terhadap Iran atas serangan 200 rudal balistik pekan lalu.

Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, ruang kenaikan indeks saham regional dibatasi oleh kekhawatiran investor mengenai risiko geopolitik. 

“Dunia menunggu potensi aksi balasan oleh Israel terhadap serangan misil Iran minggu lalu. Hari ini, Israel menjatuhkan bom di jalur Gaza dengan alasan untuk mencegah ancaman peluncuran roket oleh kelompok Hamas dalam rangka memperingati peristiwa serangan 7 Oktober yang terjadi tahun lalu,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.

Adapun di sepanjang minggu lalu. Presiden AS Joe Biden mengatakan sedang berusaha membujuk Israel untuk tidak menyerang fasilitas minyak di Iran pasca serangan misil Iran ke Israel.

Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, kondisi-kondisi di atas masih dipengaruhi oleh kekhawatiran eskalasi konflik geopolitik di Timur Tengah. Padahal, pengamat menilai tensi saat ini saja sudah berada pada level tertinggi baru sejak Perang Teluk di awal 90an.

The Fed dan Stimulus China

Gubernur Federal Reserve Bank of St. Louis, Alberto Musalem, menegaskan lebih menyukai penurunan suku bunga yang dilakukan secara bertahap ke depannya.

“Mengingat kondisi ekonomi saat ini, saya melihat bahwa dampak penurunan suku bunga yang terlalu banyak dan terlalu cepat lebih besar dibandingkan dengan dampak penurunan yang terlalu sedikit dan lambat,” kata Musalem dalam pidatonya pada acara yang diselenggarakan oleh Money Marketeers of New York University Inc, Senin, seperti yang diwartakan Bloomberg News.

“Saya percaya bahwa penurunan suku bunga kebijakan secara bertahap akan tepat seiring waktu,” tambahnya.

“Kesabaran telah membantu FOMC dengan baik dalam mengejar stabilitas harga, dan tetap relevan saat ini, tetapi saya tidak akan mendahului ukuran atau waktu penyesuaian kebijakan di masa depan.”

Mencermati hal itu, pejabat The Fed, lagi-lagi kembali melansir pernyataan yang cenderung Hawkish. Turut meredam ekspektasi pemangkasan suku bunga yang cepat, terutama di pertemuan selanjutnya.

Yang terbaru, pasar bersiap menghadapi pembukaan kembali pasar keuangan dan saham China setelah libur seminggu.

Pengarahan kebijakan yang dijadwalkan pada Selasa pagi setempat diharapkan bisa mengumumkan langkah-langkah lebih lanjut untuk mendorong pertumbuhan Ekonomi China. Sebelumnya, Beijing telah meluncurkan sejumlah stimulus menjelang liburan yang berhasil meningkatkan sentimen pasar.

Meski demikian, beberapa lembaga keuangan besar seperti Invesco Ltd., dan JPMorgan Asset Management menilai kenaikan ini belum sepenuhnya meyakinkan tanpa dukungan konkret dari Pemerintah.

Saad Rahim, Kepala Ekonom Trafigura Group menyebut kemungkinan total stimulus di China akan bernilai CNY 5 triliun. “Ini cukup besar untuk jadi penggerak,” ujarnya dalam wawancara dengan Bloomberg TV.

(fad)

No more pages