Saat harga minyak naik, komoditas energi lainnya pun ikut terungkit. Harga gas alam, misalnya, naik 5,95% dalam sepekan terakhir di pasar TTF Belanda.
Tidak hanya gas alam, harga batu bara pun terangkat. Sebab, kini harga minyak jadi makin mahal. Kebutuhan akan energi lain pun akan meningkat.
Faktor kedua adalah dinamika di China. Belum lama ini, pemerintahan Presiden Xi Jinping mengumumkan bakal meluncurkan program stimulus untuk menggerakkan perekonomian yang lesu. Salah satunya di sektor properti.
“Komoditas sudah pernah diuntungkan dengan langkah dukungan pemerintah China, dan ini akan berlanjut. Namun, kita masih harus melihat harga properti stabil terlebih dulu, baru bisa optimistis,” Kata Warren Patterson, Head of Commodities Strategy di ING Groep NV, seperti diberitakan Bloomberg News.
Saad Rahim, Kepala Ekonom Trafigura Group, menyebut kemungkinan total stimulus di China akan bernilai CNY 5 triliun. “Ini cukup besar untuk jadi penggerak,” ujarnya dalam wawancara dengan Bloomberg TV.
Perlu diingat bahwa China adalah konsumen, produsen, sekaligus importir batu bara terbesar di dunia. Jadi, perkembangan di China akan sangat mempengaruhi pembentukan harga.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), batu bara tetap bertengger di zona bullish. Tercermin dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 60,25. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.
Namun perlu diwaspadai bahwa indikator Stochastic RSI sudah menyentuh 95,2. Sudah di atas 80, tergolong jenuh beli (overbought).
Dengan reli yag sudah cukup panjang, harga batu bara berisiko tertekan. Kemungkinan harga komoditas ini akan menguji Moving Average (MA) 10 di US$ 143/ton. Jika tertembus, maka US$ 135/ton akan menjadi target paling pesimistis atau support terjauh.
Sementara target resisten terdekat adalah US$ 174/ton. Penembusan di titik ini berpotensi membawa harga batu bara naik ke arah US$ 203/ton.
(aji)