Saham-saham yang menguat dan menjadi top gainers di antaranya PT Sumber Sinergi Makmur Tbk (IOTF) yang melesat 34,8%, PT Langgeng Makmur Industri Tbk (LMPI) melonjak 34,7%, dan juga PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) melejit 30,4%.
Sedangkan saham-saham yang melemah dan menjadi top losers antara lain PT Fortune Indonesia Tbk (FORU) yang jatuh 10%, PT Global Sukses Digital Tbk (DOSS) ambruk 9,84%, dan PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) anjlok 9,81%.
Sepanjang hari ini, sejumlah indeks saham utama Asia kompak bergerak menghijau. Dipimpin oleh NIKKEI 225 (Tokyo) yang melesat 2,22%, Topix (Jepang) meningkat 1,99%, PSEI (Filipina) melonjak 1,68%, Weighted Index (Taiwan) melesat 1,67%, dan Kospi (Korea Selatan) terbang 1,53%.
Senada, Hang Seng (Hong Kong) berhasil menguat 1,15%, Ho Chi Minh Stock Exchange (Vietnam) terangkat 0,34%, SETI (Thailand) mencatat penguatan 0,34%, SENSEX (India) melonjak 32%, KLCI (Malaysia) terapresiasi 0,26%, dan Straits Time (Singapura) juga menghijau 0,24%.
Adapun Bursa saham Asia terpapar gerak positif yang menghijau dengan yang terjadi di New York. Pada perdagangan sebelumnya, 3 indeks utama di Wall Street kompak finish di zona penguatan.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) menetap di zona hijau dengan kenaikan 0,81% dan juga S&P 500 yang menguat 0,90%. Lebih unggul, Nasdaq Composite berhasil menguat mencapai 1,22%.
Indeks saham Asia mengikuti arah kenaikan yang terjadi di Wall Street setelah terbitnya data ketenagakerjaan terbaru dari Amerika Serikat.
US Bureau of Labor Statistics mengumumkan perekonomian Negeri Paman Sam menciptakan 254.000 lapangan kerja non-Pertanian (Non-Farm Payroll) pada September.
Jauh lebih besar dibandingkan bulan sebelumnya yang sebanyak 159.000. Juga jauh di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan di 140.000. Sekaligus, menjadi yang tertinggi dalam 6 bulan.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, data ini menegaskan kesehatan perekonomian AS dan meningkatkan harapan akan soft landing. Bersamaan dengan mengurangi kekhawatiran akan resesi di AS.
Berbagai data ekonomi lainnya di pekan lalu, termasuk angka pekerjaan sektor swasta dan ukuran sektor jasa, juga mencerminkan kondisi Ekonomi AS yang kuat.
Sementara itu, ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) telah dikalibrasi ulang menyusul data-data penting di atas, “Masih ada langkah-langkah yang perlu diambil,” kata Win Thin, Kepala Strategi Pasar Global di Brown Brothers Harriman.
Data inflasi Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) untuk bulan September akan terbit di pekan ini. Data inflasi itu akan menjadi penentu arah selanjutnya bagi keputusan Federal Reserve, usai terbitnya data pasar tenaga kerja kemarin.
Pasar sejauh ini memprediksi, inflasi CPI AS di September akan melandai di 0,1% month-on-month dan 2,3% year-on-year, dibandingkan dengan 0,2% mom dan 2,5% yoy.
Sementara inflasi inti bulanan diprediksi lebih rendah di 0,2% dibandingkan dengan sebelumnya 0,3% mom, sementara secara tahunan diperkirakan tetap di angka 3,2% yoy.
The Fed juga akan melansir risalah rapat FOMC bulan September yang akan memberikan gambaran dinamika rapat historis itu di mana bunga acuan dipangkas 50 Bps, di luar dugaan para pelaku pasar. Risalah rapat juga akan melansir dot plot terbaru yang bisa menjadi panduan arah bunga acuan The Fed ke depan.
Sebelumnya, Gubernur Federal Reserve, Jerome Powell, sempat menegaskan bahwa menjaga stabilitas pasar tenaga kerja adalah salah satu alasan utama di balik siklus pelonggaran suku bunga yang lebih agresif pada September. Powell dan rekan-rekannya percaya tidak ada perlunya langkah tambahan untuk mendinginkan pasar tenaga kerja guna mencapai target inflasi 2%.
(fad)