Bloomberg Technoz, Jakarta - Rupiah dibuka anjlok pada perdagangan spot Senin pagi, tergilas sentimen pasar global yang telah melambungkan pamor dolar Amerika Serikat (AS) semakin kuat.
Data realtime Bloomberg mencatat, rupiah spot dibuka anjlok 0,92% di posisi Rp15.628/US$. Pelemahan rupiah spot mengekor tekanan yang berlangsung di pasar forward di mana rupiah sempat menyentuh Rp15.712/US$ pagi ini.
Pelemahan rupiah terjadi bersama-sama dengan mayoritas mata uang Asia lain seperti baht yang tergerus 1,15%, lalu ringgit 1,13%, disusul rupiah dan di belakangnya ada dolar Taiwan turun 0,62% lalu peso 0,54%.
Mata uang Asia lain masih bertahan, yaitu yuan offshore 0,17%, won Korsel 0,11% dan dolar Singapura 0,08%.
Pada pukul 09:13 WIB, rupiah makin tertekan di Rp16.658/US$, mencerminkan pelemahan 1,12% dibanding hari sebelumnya.
Secara teknikal, rupiah telah menjebol support terdekat dan kini bergerak di area di Rp15.600/US$-Rp15.650/US$.
Apabila level itu kembali jebol, rupiah bisa semakin melemah menuju Rp15.700/US$ sebagai support terkuat.
Jika terjadi penguatan, resistance menarik dicermati pada level Rp15.410/US$ dan selanjutnya Rp15.400/US$.
Adapun tren jangka menengah (Mid-term), atau dalam sepekan perdagangan, rupiah masih memiliki potensi melemah lanjutan ke level Rp15.750/US$ usai break MA-50.

BI intervensi
Otoritas moneter sudah siap mengintervensi pasar untuk menolong rupiah dari tekanan jual yang terlalu besar hingga menjatuhkan nilainya dari turbulensi yang tajam.
Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Edi Susianto mengatakan pagi ini, BI siap mengintervensi pelemahan rupiah di pasar spot, pasar non-deliverable forward (NDF) juga pasar surat utang rupiah untuk memastikan sisi supply-demand valas tetap terkendali, demikian dilansir dari Bloomberg pagi ini.
"Perkembangan pasar global jadi kurang menguntungkan bagi mata uang negara berkembang termasuk rupiah akibat peningkatan ketegangan di Timur Tengah dan laporana tenaga kerja AS yang lebih baik ketimbang perkiraan," kata Edi.
Pada Jumat, Badan Statistik AS mengumumkan, tingkat pengangguran Amerika turun ke level 4,1% pada September. Sementara angka nonfarm payrol (NFP) yang mencerminkan angka penambahan lapangan kerja, naik jauh melampaui bulan Agustus dan menghempaskan prediksi pasar, sebesar 245.000 pekerjaan.
Data itu menjadi pamungkas dari berbagai data sebelumnya yang juga memberi petunjuk serupa. Bahwa pasar tenaga kerja negeri itu masih solid dan perekonomian masih tangguh. Kabar ini memberi penguatan pada pasar saham di mana indeks saham Wall Street ditutup hijau. Namun, data tersebut memberi tekanan pada pasar fixed income dan melambungkan pamor dolar AS, sebuah kabar buruk bagi aset-aset emerging market seperti SBN dan rupiah.
Senin pagi ini (7/10/2024), berbagai bank terpantau menetapkan kurs jual dolar AS yang jauh lebih mahal bahkan beberapa telah menjual dolar AS seharga Rp15.820. Jauh lebih mahal dibanding rata-rata di pasar spot Jumat lalu.
Ada kemungkinan, perbankan mengantisipasi tekanan pelemahan rupiah spot hari ini yang diperkirakan akan mengekor kejadian di pasar offshore Jumat lalu.

Pada Jumat lalu, rupiah offshore, NDF-1M, ditutup di kisaran Rp15.700-an/US$ karena tertekan pamor dolar AS yang makin tak terbendung pasca rilis data pasar tenaga kerja AS yang mengejutkan pasar.
Beberapa bank besar telah menetapkan harga jual dolar AS di kisaran Rp15.800-an untuk pembelian di konter langsung.
Bank swasta terbesar di Tanah Air, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), menjual dolar AS (TT Counter) di level Rp15.820. Sedangkan kurs beli, yaitu acuan ketika seorang nasabah menjual dolar mereka di kantor bank BCA, ditetapkan sebesar di Rp15.520. Level kurs dolar AS tersebut juga berlaku untuk transaksi Bank Notes di BCA.
Sedang kurs e-Rate dolar AS di BCA hari ini ditetapkan di Rp15.670/US$ untuk kurs jual dan sebesar Rp15.650/US$ untuk kurs beli.
(rui)