Logo Bloomberg Technoz

Tingkat imbal hasil Treasury, surat utang AS, melompat hingga 21,6 bps untuk tenor 2Y ke level 3,92%, kenaikan imbal hasil terbesar sehari sejak April lalu. Bunga The Fed diperkirakan hanya akan dipangkas sebesar 25 bps bulan depan, dan pada Desember sebesar 25 bps lagi. Bahkan mulai ada spekulasi mungkin bulan depan tidak ada penurunan Fed fund rate lagi.

Lonjakan imbal hasil Treasury itu kemungkinan akan memicu penjualan di pasar surat utang negara domestik yang sudah dimulai pada Jumat lalu. Yield SBN-10Y naik 11,3 bps pada perdagangan hari itu, sedangkan tenor 2Y naik 3,5 bps dan 5Y naik 3,7 bps.

Lanskap tersebut memberikan gambaran pergerakan rupiah spot hari ini kemungkinan akan mengalami tekanan pelemahan yang lebih besar. Rupiah spot bisa ikut terseret melemah melampaui level psikologis baru, dan tidak mustahil mendekati Rp15.700-an/US$.

Secara teknikal, rupiah berpotensi terkoreksi ke level Rp15.550/US$ yang menjadi support terdekat sebelum break support psikologis. Target pelemahan selanjutnya akan tertahan di Rp15.600/US$-Rp15.650/US$.

Apabila level itu kembali jebol, rupiah bisa semakin melemah menuju Rp15.700/US$ sebagai support terkuat.

Jika terjadi penguatan, resistance menarik dicermati pada level Rp15.410/US$ dan selanjutnya Rp15.400/US$.

Adapun tren jangka menengah (Mid-term), atau dalam sepekan perdagangan, rupiah masih memiliki potensi melemah lanjutan ke level Rp15.750/US$ usai break MA-50.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Senin 7 Oktober 2024 (Riset Bloomberg Technoz)

Data ekonomi yang ditunggu

Pada Jumat, Badan Statistik AS mengumumkan, tingkat pengangguran Amerika turun ke level 4,1% pada September. Sementara angka nonfarm payrol (NFP) yang mencerminkan angka penambahan lapangan kerja, naik jauh melampaui bulan Agustus dan menghempaskan prediksi pasar, sebesar 245.000 pekerjaan. 

Data itu menjadi pamungkas dari berbagai data sebelumnya yang juga memberi petunjuk serupa. Bahwa pasar tenaga kerja negeri itu masih solid dan perekonomian masih tangguh. Kabar ini memberi penguatan pada pasar saham di mana indeks saham Wall Street ditutup hijau. Namun, data tersebut memberi tekanan pada pasar fixed income dan melambungkan pamor dolar AS, sebuah kabar buruk bagi aset-aset emerging market seperti SBN dan rupiah.

Pekan ini, perhatian pelaku pasar akan terarah pada rilis data inflasi AS, CPI dan PPI, yang akan memberikan konfirmasi lanjutan apakah harapan penurunan FFR bisa dipertahankan atau tidak. Bila inflasi IHK Amerika seperti prediksi, pasar mungkin akan cenderung kalem. Sebaliknya, bila angkanya lebih tinggi ketimbang prediksi, itu bisa menjadi kabar lebih buruk bagi rupiah dan aset-aset pasar domestik. 

Pekan ini, The Fed juga akan merilis risalah rapat FOMC bulan lalu. Sementara dari dalam negeri, pasar akan mencermati rilis cadangan devisa RI untuk bulan September, hari ini. Disusul esok hari adalah rilis data Survei Konsumen dan Survei Penjualan Eceran, yang akan memberikan gambaran apakah kecemasan akan daya beli yang melemah adalah seburuk yang ditakutkan atau sebaliknya.

Asing hengkang

Pada perdagangan empat hari pekan lalu, asing banyak melepas posisi di pasar saham domestik. Berdasarkan laporan Bank Indonesia, mengacu data transaksi 30 September – 3 Oktober 2024, pemodal nonresiden secara agregat tercatat beli neto 'hanya' sebesar Rp570 miliar.

Terdiri atas pembelian bersih di pasar SBN senilai Rp6,13 triliun. Namun, asing membukukan net sell di saham senilai Rp4,36 triliun dan di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) senilai Rp1,2 triliun. Alhasil, selama 2024 hingga data setelmen 3 Oktober, pemodal asing tercatat beli neto Rp191,75 triliun di SRBI, Rp49,92 triliun di pasar saham, dan Rp36,42 triliun di pasar SBN.

Pada lelang SRBI terakhir Jumat lalu, penawaran rate dari peserta lelang terindikasi lebih tinggi di kisaran 6,83% untuk tenor terpanjang 12 bulan, dibanding lelang sebelumnya di 6,81%. Alhasil, BI memenangkan rate di kisaran lebih tinggi yaitu di 6,82%, naik dibanding sebelumnya di 6,80%. 

Kenaikan lagi bunga SRBI sepertinya untuk menarik lagi dana asing yang agar bertahan masuk ke pasar sehingga mampu mendukung nilai rupiah.

Dengan lanskap global kini menggambarkan adanya ketidakpastian baru, bukan tidak mungkin bunga SRBI akan kembali naik pada lelang mendatang ke kisaran 7%, ketika yield SBN kembali bangkit naik.

(rui)

No more pages