Logo Bloomberg Technoz

'Badai' Kembali Datang, Rupiah Terancam Pelemahan Tajam

Tim Riset Bloomberg Technoz
07 October 2024 07:20

Karyawan merapihkan uang rupiah di salah satu bank di Jakarta, Selasa (16/1/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Karyawan merapihkan uang rupiah di salah satu bank di Jakarta, Selasa (16/1/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Arah angin telah berubah bagi rupiah. Perubahan sentimen pasar global berkaitan dengan arah kebijakan bunga acuan Federal Reserve, berpotensi membawa rupiah kembali terperosok ke level pelemahan yang semakin dalam.

Setelah sepanjang pekan lalu rupiah tertekan hingga anjlok nilainya 2,32% yang menjadi pelemahan terburuk kedua di Asia (di luar Jepang), tekanan itu diperkirakan belum akan padam, bahkan berpotensi semakin besar. Rupiah spot ditutup di level Rp15.485/US$ pada Jumat lalu, mencerminkan level terlemah sejak akhir Agustus.

Memasuki pekan kedua Oktober ini, harapan rebound nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terlihat pupus. The Greenback, sebutan bagi dolar AS, bangkit menguat seiring dengan berbagai data perekonomian mutakhir negeri itu yang menunjukkan kondisi pasar tenaga kerja di sana masih tangguh. Alhasil, kebutuhan penurunan bunga acuan The Fed kemungkinan tidak sebesar harapan pelaku pasar.

Indeks dolar AS pekan lalu menguat 2,13%, didorong menurunnya ekspektasi pemangkasan bunga The Fed dan sebagian lagi disulut perburuan investor akan aset safe haven menyusul ketegangan di Timur Tengah.

Reli dolar AS yang makin melaju itu telah menyeret nilai rupiah di pasar offshore. Kontrak nondeliverable forward (NDF) rupiah tenor satu bulan (NDF-1M) pada Jumat ditutup melemah tajam 1,5% ke level Rp15.704/US$. Sementara tenor lebih pendek, NDF-1W, ditutup anjlok 1,33% ke posisi Rp15.668/US$.