Walhasil, jika mereka menerapkan kebijakan tersebut, maka rantai pasok kopi menjadi lebih mahal, dan berakhir mengalami kerugian.
"Industri kopi [Indonesia] tidak ada masalah karena kita ekspor ke berbagai negara. Kalau mereka mau melaksanakan itu kan ujung-ujungnya Eropa sendiri yang mengalami kerugian."
"Dia wajib beli kopi dari manapun, karena masyarakatnya kan minum kopi. Mereka kan juga butuh raw material yang bagus murah cepat dan banyak. Jadi impact-nya lebih ke dia tuh, makanya mereka tunda," tegas Irfan.
Pangsa Luas
Dengan demikian, meskipun regulasi EUDR diimplementasikan, Irfan lagi-lagi menegaskan bahwa Indonesia tetap memiliki pasar yang sangat luas di luar Eropa, yakni lebih dari 120 negara, sehingga Indonesia tidak terlalu khawatir akan dampaknya.
"Indonesia enggak ada masalah malah sekarang kopi di harga tertinggi dengan negara tujuan lebih dari 125 negara kalau itu diterapkan itu jadi resiko buat diri sendiri [Eropa]," pungkasnya.
Mengutip dari situs resmi AEKI, volume ekspor kopi Indonesia rata-rata berkisar 350.000 ton per tahun meliputi kopi robusta (85%) dan arabika (15%). Terdapat lebih dari 50 negara tujuan ekspor kopi Indonesia dengan Amerika Serikat (AS), Jepang, Jerman, Italia, dan Inggris menjadi tujuan utama.
Pelabuhan Panjang (Lampung) merupakan pintu gerbang ekspor kopi robusta Indonesia, pelabuhan Belawan (Sumatra Utara) merupakan pintu gerbang kopi arabika Sumatra, sedangkan pelabuhan Tanjung Perak (Jawa Timur) merupakan pintu gerbang kopi arabika dan robusta yang dihasilkan dari jawa Timur dan wilayah Indonesia bagian timur.
Untuk diketahui, EUDR menjadi momok bagi ekspor komoditas Indonesia karena mempengaruhi produk perdagangan Indonesia. Regulasi yang baru itu mengatur dengan ketat soal kenihilan soal persinggungan penebangan hutan dengan produk tertentu.
Blok mata uang tunggal tersebut menyepakati aturan ini sebagai bagian dari upaya negara untuk melindungi hutan dunia. Untuk itu, produk yang masuk ke Uni Eropa harus dipastikan bebas dari deforestasi dan tidak mempengaruhi kelestarian hutan.
Akibatnya, ada sejumlah komoditas yang dinilai menyebabkan deforestasi di antaranya sawit, kopi, daging, kayu, kakao, kedelai dan karet.
Indonesia sendiri bersama 16 negara lain sudah sempat menyampaikan surat bersama kedua kepada para pemimpin UE. Surat tersebut ditandatangani di KBRI Brussel, Belgia oleh para duta besar yaitu Indonesia, Argentina, Brasil, Bolivia, Ekuador, Ghana, Guatemala, Honduras, Kolombia, Malaysia, Meksiko, Nigeria, Pantai Gading, Paraguay, Peru, Thailand, dan Republik Dominika pada 7 September 2023.
Terbaru, Komisi Eropa pada Rabu (2/10/2024) akhirnya tergerak untuk mengajukan usulan penundaan EUDR selama 12 bulan, dengan tunduk pada tekanan besar dari negara-negara penghasil komoditas dan industri.
Usulan penundaan tersebut sekaligus menandai kemunduran baru bagi dorongan hijau Uni Eropa. Namun, hal itu dapat menawarkan penangguhan hukuman sementara bagi konsumen, pada saat cuaca ekstrem mendorong kenaikan harga tanaman pangan di seluruh dunia dan menghidupkan kembali kekhawatiran tentang inflasi pangan.
Pengajuan penundaan tersebut juga akan memberikan waktu tambahan bagi para pihak untuk bersiap, tetapi "sama sekali tidak mempertanyakan" tujuan undang-undang tersebut, kata komisi tersebut dalam sebuah pernyataan.
Proposal penundaan tersebut akan memerlukan persetujuan dari Parlemen Eropa dan negara-negara anggota, karena peraturan EUDR tersebut sedianya dijadwalkan mulai berlaku pada 30 Desember.
"Komisi mengakui bahwa tiga bulan sebelum tanggal penerapan yang dimaksudkan, beberapa mitra global telah berulang kali menyatakan kekhawatiran tentang tingkat kesiapan mereka," katanya.
"Tingkat persiapan di antara para pemangku kepentingan di Eropa juga tidak merata."
(prc/wdh)