Pengelolaan Stok CPO
Untuk diketahui, simulasi dari wacana biodiesel B50, sebagaimana dicanangkan oleh presiden terpilih Prabowo Subianto, akan dibagi ke dalam beberapa tahapan.
Direktur Pengelola dan Pemasaran Hasil Perkebunan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Prayudi Syamsuri mengatakan, dalam skenario jangka pendek, Kementan membuka peluang pemenuhan bahan baku (feed stock) dilakukan melalui pengalihan ekspor minyak sawit mentah secara bertahap.
"Dalam jangka pendek, yang bisa kita alihkan adalah tujuan ekspor yang mungkin akan kita kurangi bertahap," ujar Prayudi saat ditemui di Jakarta Pusat, awal pekan ini.
Prayudi menjelaskan, posisi produksi minyak sawit Indonesia saat ini mencapai 54,8 juta ton per tahun, di mana 31,6 juta ton di antaranya merupakan alokasi ekspor.
Maka, Kementan menawarkan simulasi di mana 5,7 juta kiloliter (kl) dari alokasi ekspor sebesar 31,6 juta ton tersebut dialihkan untuk menambah bauran biodiesel menjadi B50 di dalam negeri. Dengan demikian, ekspor CPO dan produk turunannya bakal menjadi 26,6 juta ton.
Sementara itu, Kementan juga menawarkan simulasi di mana 12,3 juta kl dari konsumsi domestik sebesar 23,2 juta ton dialihkan untuk program B50. Walhasil, konsumsi domestik untuk minyak goreng dan sebagainya berada pada level 12,6 juta ton.
"Ekspor kita ambil 5,7 juta kl saja itu bisa menambah persentase biodiesel ke B50, artinya ada tambahan 5,7 juta [kl] kita ambil untuk kita alihkan dalam posisi menambah persentase biodiesel sehingga bisa jadi B50," ujarnya.
Berdasarkan data Statistik Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, angka sementara 2023, kelapa sawit memiliki lahan seluas 16,8 juta ha dengan produksi sebesar 46,9 juta ton. Sementara itu, konsumsi CPO dalam negeri digunakan untuk 3 kebutuhan, yakni pangan, oleokimia dan biodiesel.
Dalam sebuah kesempatan akhir Agustus, Gapki memaparkan kebutuhan CPO untuk bahan baku biodiesel B50 bakal meningkat menjadi 17,5 juta ton. Adapun, angka ini naik 25% dari kebutuhan CPO untuk program biodiesel B40 yakni sebesar 14 juta ton.
Dengan demikian, Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan peningkatan produktivitas perkebunan sawit rakyat diperlukan dengan program peremajaan sawit rakyat (PSR).
“Lalu kalau diperlukan penambahan areal pada lahan yang terdegradasi,” ujar Eddy kepada Bloomberg Technoz, Rabu (28/8/2024).
Menurut Gapki, berkaca dari program mandatori B30 yang ditingkatkan menjadi B35 untuk digunakan masyarakat luas, ekspor CPO juga makin tergerus lantaran permintaan untuk biodiesel perlahan menggeser serapan untuk pangan maupun pasar ekspor.
Gapki lantas menganalogikan transisi menuju ke B40, bahkan B50, bakal menemui aral serupa.
Dalam kaitan itu, Eddy mengatakan kebutuhan CPO untuk biodiesel B40 saja bakal mencapai 14 juta ton/tahun, sedangkan untuk sektor pangan sekitar 11 juta ton/tahun. Dengan demikian, kebutuhan CPO domestik akan mencapai sekitar 25 juta ton/tahun.
“Produksi CPO kita itu sekitar 50 juta ton/tahun. Artinya, ekspor kita itu maksimum di angka 32 juta ton/tahun, sedangkan stok malah bisa berkurang," ujarnya.
"Kalau terjadi kekurangan pasokan [CPO], maka akan terjadi kenaikan harga [minyak nabati] di dunia. Harga di dunia naik termasuk minyak kelapa sawit, harga dalam negeri juga naik. Jangan sampai kebijakan [kenaikan mandatori biodiesel] ini tidak kondusif lagi [bagi industri CPO Indonesia]," sambungnya.
Lebih lanjut, Eddy menyebut target mandatori B50 sebenarnya tidak serta-merta salah. Hanya saja, menurutnya, target tersebut tidak dikalkulasikan secara komprehensif, termasuk kaitannya dengan dampak terhadap kinerja ekspor sektor sawit.
Untuk itu, dia pun meminta agar pemerintah nantinya lebih bijak dalam menetapkan keseimbangan CPO untuk penggunaan program biodiesel dan kebutuhan lainnya.
"Kalau saya lihat, B35 ini sudah oke dengan produksi kondisi seperti ini, kalau B40 mesti dilihat lagi seperti apa. Jangan sampai benar-benar diterapkan, apalagi ada informasi [akan naik sampai ke] B50. Itu pasti akan mengurangi porsi ekspor [CPO] kita," tekannya.
Sekadar catatan, Gapki mendata total ekspor CPO dan produk turunannya mengalami penurunan menjadi 2,24 juta ton pada Juli 2024 dari 3,38 juta ton bulan sebelumnya atau turun sebesar 1,14 juta ton, setelah naik pada sebelumnya dengan 1,42 juta ton.
Walhasil, nilai ekspor juga anjlok menjadi US$1,97 miliar dari US$2,79 miliar pada Juni, meskipun harga rata-rata CPO naik dari US$1.011/ton pada Juni menjadi US$1.024/ton cif Roterdam pada Juli.
(wdh)