Putu turut menekankan bahwa otoritas perindustrian senantiasa mendukung pengembangan teknologi industri pengolahan kelapa sawit melalui kebijakan pro-inovasi dan kolaborasi multipihak. Salah satu inovasi yang sukses adalah teknologi edible-coating berbasis minyak sawit, yang kini dalam proses sertifikasi food grade untuk komersialisasi.
Di satu sisi, Kemenperin disebutnya juga telah mendirikan Indonesia Manufacturing Center (IMC) untuk mendukung kolaborasi riset dan komersialisasi hasil penelitian.
"Kami sangat terbuka untuk penggunaan IMC agar dapat memfasilitasi tindaklanjut hasil riset hingga mencapai komersialisasi. Kami juga mendorong perusahaan-perusahaan industri pengolahan sawit untuk dapat membangun pusat risetnya di Indonesia," tekannya.
Melalui acara Perisai 2024, Putu berharap dapat mempertemukan peneliti dan pelaku industri untuk mempercepat implementasi, inovasi, dan memperkuat kontribusi sektor kelapa sawit bagi ekonomi Indonesia.
"Kami memandang penting acara Perisai 2024, yang tahun ini telah diadakan ke delapan kali sejak BPDPKS berdiri, karena luasnya spektrum riset-inovasi yang dibahas mulai dari aspek budidaya perkebunan, penganekaragaman jenis produk hilir, penggunaan bahan bakar nabati, kajian sosial ekonomi, hingga digitalisasi bisnis perkelapasawitan," pungkasnya.
Sekadar catatan, dalam laporan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) pada Juli 2024, total ekspor CPO dan produk turunannya mengalami penurunan menjadi 2,24 juta ton pada Juli 2024 dari 3,38 juta ton bulan sebelumnya atau turun sebesar 1,14 juta ton, setelah naik pada sebelumnya dengan 1,42 juta ton.
"Penurunan terbesar terjadi pada produk olahan CPO yang turun sebesar 648.000 ton dari 2,23 juta ton pada Juni menjadi 1,58 juta ton pada Juli, diikuti CPO yang turun dengan 477.000 ton menjadi 174.000 ton," Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono.
Walhasil, nilai ekspor juga anjlok menjadi US$1,97 miliar dari US$2,79 miliar pada Juni, meskipun harga rata-rata CPO naik dari US$1.011/ton pada Juni menjadi US$1.024/ton cif Roterdam pada Juli.
"Dengan produksi yang mengalami turun 2%, konsumsi dalam negeri yang naik 4,67%, dan ekspor yang turun 33,79%; maka stok akhir Juli kembali turun menjadi 2,51 juta ton dari 2,81 juta ton pada akhir Juni," papar Mukti.
(ain)