"Indonesia akan memastikan bahwa penerapan PSSA di Indonesia dapat meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan terkait, baik internasional maupun domestik, akan pentingnya melestarikan lingkungan maritim, sekaligus meningkatkan komitmen untuk melakukan perbaikan berkelanjutan yang diperlukan guna melindungi kekayaan laut di kedua wilayah tersebut," jelasnya.
Selain itu, Ginting menyampaikan bahwa proposal Indonesia mendapat apresiasi dari negara-negara anggota IMO karena secara komprehensif mencakup data tentang keanekaragaman hayati, kondisi ekologi, sosioekonomi, dan budaya di Pulau Nusa Penida dan Gili Matra.
Di samping itu, Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Capt. Antoni Arif Priadi, memberikan apresiasi kepada Delegasi Indonesia atas pencapaian ini.
"Hal ini diharapkan dapat membuka peluang penetapan PSSA di wilayah-wilayah lain di Indonesia yang juga memiliki kekayaan keanekaragaman hayati, kondisi ekologi, dan sosial-ekonomi yang sama, serta rentan terhadap dampak kegiatan pelayaran internasional," tuturnya.
Adapuin sidang MEPC ke-82 yang berlangsung dari 30 September hingga 4 Oktober 2024 dihadiri oleh perwakilan negara-negara anggota IMO, termasuk Delegasi Indonesia yang terdiri dari berbagai instansi terkait.
Penetapan ini diharapkan mampu menjaga keberlanjutan ekosistem maritim serta mendorong perlindungan lebih lanjut di wilayah-wilayah sensitif lainnya di Indonesia.
Mengutip dari situs resmi IMO, Kawasan Laut yang Sangat Sensitif (PSSA) adalah kawasan yang memerlukan perlindungan khusus melalui tindakan IMO karena signifikansinya bagi alasan ekologi, sosial-ekonomi, atau ilmiah yang diakui dan yang mungkin rentan terhadap kerusakan akibat aktivitas maritim internasional.
Kriteria untuk identifikasi kawasan laut yang sangat sensitif dan kriteria untuk penunjukan kawasan khusus tidak saling eksklusif. Dalam banyak kasus, Kawasan Laut yang Sangat Sensitif dapat diidentifikasi dalam Kawasan Khusus dan sebaliknya.
Selain itu, ketika suatu kawasan disetujui sebagai kawasan laut yang sangat sensitif, tindakan khusus dapat digunakan untuk mengendalikan aktivitas maritim di kawasan tersebut, seperti tindakan pengaturan rute, hingga persyaratan peralatan untuk kapal; seperti kapal tanker minyak; serta pemasangan Layanan Lalu Lintas Kapal (VTS).
(ain)