“Pertama, pemanfaatan instrumen yang sesuai dengan syariah seperti zakat dan sukuk untuk mobilisasi sumber daya. Instrumen-instrumen ini memungkinkan pemerintah untuk mendanai proyek infrastruktur berskala besar namun tetap selaras dengan prinsip syariah,” ucapnya.
Berikutnya, memanfaatkan prinsip pembagian risiko dari keuangan islam yakni memfasilitasi kemitraan inovatif yang menyatukan sektor publik dan swasta.
“Kolaborasi ini mendorong pembagian risiko dan hasil yang adil, yang sangat penting untuk membiayai proyek-proyek pembangunan jangka panjang,” ujar Bukvic.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa penerapan prinsip syariah dalam keuangan publik menjadi suatu hal yang penting.
Ia menyatakan, fungsi keuangan negara dalam Undang-Undang Keuangan Negara yakni alokatif, distribusi, dan stabilitas sebenarnya sejalan dengan prinsip yang diterapkan pada keuangan syariah.
“Semuanya sebenarnya konsisten. Tidak mungkin Anda akan mampu melindungi kehidupan manusia, keluarga, intelektual serta properti dan juga agama tanpa keadilan, dan keadilan itu sebenarnya diterjemahkan ke dalam distribusi dalam fungsi keuangan publik,” ucap Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyatakan Indonesia sebagai salah satu dari tiga pemegang saham terbesar IsDB harus dapat menerjemahkan kebijakan syariah untuk diimplementasikan dalam keuangan publik.
(lav/wep)