Di satu sisi, Andreas tak menampik bila mana kebijakan ekspor India memang akan memengaruhi harga beras dunia karena negara tersebut merupakan eksportir beras terbesar.
Dampaknya, harga beras di pasar internasional diperkirakan akan menurun, yang juga akan diikuti oleh negara-negara eksportir lain, termasuk Thailand dan Vietnam, karena adanya persaingan harga di pasar global.
Untuk diketahui, kini harga beras mengalami penurunan drastis dalam lebih dari 16 tahun terakhir di Asia karena kekhawatiran atas pasokan berkurang setelah India kembali melonggarkan beberapa pembatasan ekspornya.
Menurut Asosiasi Eksportir Beras Thailand, harga beras putih Thailand dengan tingkat kepecahan 5% —yang menjadi tolok ukur di Asia— anjlok sekitar 11% menjadi US$509/ton pada Rabu (2/10/2024).
Angka ini merupakan penurunan terbesar dalam data yang dikumpulkan sejak Mei 2008, dan memperpanjang penurunan harga yang berkepanjangan ke level terendah dalam lebih dari 15 bulan terakhir.
Adapun harga beras sempat menguat tahun lalu setelah negara pengirim utama, India, menerapkan pembatasan ekspor untuk menjaga harga lokal menjelang pemilihan umum.
Negara Asia ini melonggarkan beberapa pembatasan setelah adanya jajak pendapat nasional baru-baru ini. Hal ini merupakan langkah yang dapat membantu meringankan kelebihan pasokan di dalam negeri dan memangkas biaya impor untuk negara-negara, seperti Indonesia dan Senegal.
Sekadar catatan, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sebelumnya memaparkan target produksi beras nasional mencapai 32 juta ton pada 2025.
Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Senin (26/8/2024), Amran memaparkan produksi beras pada Januari—Oktober 2024 diproyeksikan sebesar 26,93 juta ton. Sementara itu, konsumsi pada periode tersebut diproyeksikan 25,73 juta ton. Dengan demikian, selisih produksi beras pada Januari—Oktober 2024 diproyeksikan 1,19 juta ton.
"Kalau kita hitung luas produksi beras kurang lebih 1 juta, artinya kita ada tambahan dibandingkan dengan tahun sebelumnya itu 1 juta ton. Nilainya kurang lebih, kalau nilai harga pasar Rp10.000/kg, maka Rp10 triliun tambahan hanya dari produksi beras yang kita refocusing anggaran," ujar Amran.
Perinciannya, Amran mengatakan, produksi beras pada September 2024 diramal menjadi yang tertinggi dalam 5—10 tahun, yakni mencapai 2,87 juta ton.
Hal yang sama juga diramal terjadi pada Oktober, di mana produksi yang diramal berada pada level 2,59 juta ton merupakan yang tertinggi dalam 4 tahun terakhir.
Di sisi lain, Amran mengungkapkan bahwa terdapat 3 upaya yang dilakukan dalam peningkatan produksi di antaranya adalah adalah pompanisasi air sungai untuk lahan sawah tadah hujan, optimalisasi lahan rawa, dan integrasi padi gogo dengan kelapa sawit kelapa pada tanaman belum menghasilkan (TBM).
"Melalui ketiga kegiatan ini diharapkan produksi bisa ditingkatkan agar tersedia pangan produksi dalam negeri yang membaik dan ketergantungan pada impor beras bisa ditekan," tuturnya.
(prc/roy)