Oleh karena itu, sejatinya ruang kenaikan harga emas relatif terbatas. Ada kemungkinan harga emas akan menguji Moving Average (MA) 10 di US$ 2.653/troy ons.
Adapun pivot point harga emas ada di US$ 2.652/troy ons. Dari sini, target resisten terdekat ada di rentang US$ 2.660-2.667/troy ons.
Benturan 2 Sentimen
Peter Grant, Wakil Presiden Zaner Metals, menilai bahwa harga emas yang minim pergerakan disebabkan oleh benturan 2 sentimen. Pertama adalah penantian terhadap arah kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan kedua adalah peningkatan tensi geopolitik di Timur Tengah.
Pasar kini memperkirakan bank sentral AS Federal Reserve lebih condong memangkas suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps) pada November. Mengutip CME FedWatch, peluang penurunan Federal Funds Rate sebesar 25 bps ke 4,5-4,75% mencapai 67,3%.
Meski suku bunga akan turun, tetapi rasanya tidak sebesar bulan lalu yang dipotong 50 bps. Akibatnya, dolar AS pun menguat. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan 6 mata uang utama dunia) terapresiasi hingga 1,5%.
Dolar AS dan emas memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Saat mata uang Negeri Adidaya menguat, biasanya harga emas akan tertahan atau bahkan melemah.
Ini karena emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Saat dolar AS menguat, maka emas menjadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas akan turun dan harga pun mengikuti.
Namun ada sentimen lain yang menahan kejatuhan harga emas yaitu tensi geopolitik. Kondisi Timur Tengah memanas, di mana konflik dikhawatirkan meluas ke berbagai negara.
Emas adalah aset yang berstatus safe haven alias dianggap aman. Saat kondisi tidak menentu, emas merupakan salah satu aset yang menjadi primadona.
“Jadi ada penyeimbang antara peningkatan tensi geopolitik dengan ekspektasi arah kebijakan moneter AS,” ujar Grant, seperti dikutip dari Bloomberg News.
(aji)