"Berharap pada Puan itu elektabilitasnya tidak naik-naik, untuk trah Soekarno ini mungkin belum waktunya saat ini, baik Puan maupun Prananda Prabowo. Megawati tidak mau konyol atau kalah sebelum bertanding dengan memaksakan trah Soekarno," kata Ujang dihubungi pada Jumat malam (21/4/2023).
Dia menilai dengan pertimbangan elektabilitas maka memaksakan memilih Puan amat berisiko, bisa tidak menang baik partai maupun capresnya. Meskipun menurut dia, untuk capres Ganjar pun saat ini, PDIP masih harus bekerja keras. Hal itu terjadi karena sebulan terakhir, elektabilitasnya tertinggal dibalap oleh Prabowo Subianto, calon presiden dari Partai Gerindra.
Dengan melihat kondisi ini, kemungkinan kemunculan trah Soekarno di PDIP masih akan makan waktu apalagi jika Ganjar terpilih pada 2024 maka kemungkinan masih akan menjadi petahana pula pada 2029.
"Itu kenyataan yang harus diterima oleh trah Soekarno. Positifnya adalah trah Soekarno ini dianggap legawa tidak memaksakan diri untuk menjadi pemimpin dan merelakannya ke yang punya elektabilitas," kata dia lagi.
Dihubungi secara terpisah, pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli juga membaca hal yang sama dari pengumuman Ganjar sebagai capres tersebut.
"Pertimbangan lebih pada popularitas dan elektabilitas. Puan jauh dari Ganjar Pranowo. Kalau tetap mencalonkan Puan, peluang untuk menang sangat kecil," kata Lili.
Selain itu menurut dia, Megawati juga tentu mempertimbangkan saran dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal itu memang diungkap Mega saat mengumumkan Ganjar capres, Jumat (21/4/2023). Kata dia, dalam memutuskan calon PDIP, banyak tokoh diajak bicara termasuk Jokowi.
Lili menilai, tak majunya trah Soekarno pada pemilu kali ini memang bisa mengarah pada semakin lepasnya partai itu dari garis biologis proklamator. Namun demikian, dia memperkirakan paling tidak ada komitmen juga agar figur dari trah itu tetap menjadi elite di PDIP yang akan selalu diberi ruang. Hanya menurut Lili, sebenarnya sangat baik jika sebuah partai tak identik dengan satu figur saja.
"Tapi saya kira dalam pencalonan Ganjar Pranowo ada komitmen agar tetap menjaga trah soekarno walau sebenarnya hal yang positif jika partai lepas dari bayang-bayang figur. Harusnya berdasarkan sistem bukan tokoh atau figur," imbuh dia.
Selanjutnya setelah Ganjar dicapreskan PDIP, Lili menilai, dua kemungkinan yang bisa dilakukan PDIP terkait partai lain. Yang pertama tidak bergabung dengan koalisi besar. Apabila terjadi, menurut dia akan menjadi hal baik karena akan memberi banyak pilihan bagi rakyat. Namun jika bergabung dengan koalisi yang lebih besar pastinya karena pertimbangan pragmatis, dengan catatan PDIP akan menjadi lokomotif koalisi itu.
Terkait koalisi, Ujang memperkirakan kemungkinan yang masih akan dinamis. Apalagi nama calon wakil presiden belum keluar. Namun menurut dia, PDIP kemungkinan besar akan menggaet partai politik basis Islam khususnya NU dengan massa nahdliyin. Menurut dia PDIP tak akan satu kubu dengan Prabowo untuk sebuah koalisi besar.
"PDIP itu kemungkinan besar tidak akan bergabung dengan koalisi besar itu, itu buat Prabowo kalau dilihat komposisinya," kata Ujang.
(ezr)