Logo Bloomberg Technoz

Bagi Israel, menjaga keberadaan negara dengan cara mempertahankan superioritas militer menjadi hal yang krusial. Mereka menggunakan apa yang dikenal sebagai dahiya doctrine—strategi yang menghancurkan infrastruktur sipil untuk membuat musuh tunduk melalui ketakutan.

Serangan yang dilancarkan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 memukul telak Israel dan mengancam posisi mereka. Israel merasa perlu menegakkan kembali daya gentar (deterrence) di kawasan ini. Namun, langkah-langkah yang diambil oleh Netanyahu tidak berjalan mulus. Hamas masih bertahan, dan target-target strategis seperti pemimpin Hamas, Yahya Sinwar, belum dapat ditangkap.

"Walaupun sudah puluhan ribuan penduduk Gaza dibunuh Israel, dan Palestina mengalami krisis kemanusiaan yang luar biasa, capaian strategisnya belum tercapai. Sehingga, Netanyahu tidak bisa mengatakan bahwa Israel sudah menang," tambah Sofwan.

Selain faktor domestik, Netanyahu juga dinilai memanfaatkan situasi politik di Amerika Serikat, yang sedang memasuki kampanye pilpres. Lobi Yahudi dan pendukung Israel di AS dikenal sangat kuat, terutama di kalangan Partai Demokrat.

Sofwan menjelaskan bahwa lobi Israel seperti American Israel Public Affairs Committee (AIPAC) memang sangat berpengaruh. Elit Partai Demokrat disebut cenderung pro-Israel, meskipun mayoritas pemilih Demokrat justru mendukung gencatan senjata dan menolak pengiriman senjata ke Israel.

Hasibullah Satrawi, analis politik Timur Tengah, juga sependapat dengan mengatakan kebijakan Presiden AS Joe Biden yang cenderung memberikan dukungan tanpa syarat kepada Israel semakin membuat Netanyahu merasa bebas untuk melanjutkan eskalasi serangannya.

Netanyahu tahu bahwa dalam masa Pilpres, AS kemungkinan besar tidak akan memberi sanksi atau tekanan kepada mereka. Netanyahu tahu bahwa AS berada dalam posisi yang sulit. Biden, dan Kamala Harris calon presiden dari Partai Demokrat yang akan bersaing dengan Donald Trump, harus tetap membela Israel untuk mendapatkan dukungan lobi Yahudi dalam Pilpres, tapi di sisi lain, dia juga menghadapi tekanan dari kelompok pro-Palestina. "Netanyahu menggunakan kelemahan AS. Ini jadi kelemahan AS," ungkap Hasibullah.

"Saya membacanya ini cara Netanyahu memberikan dukungan kepada Donald Trump. Saya melihat kerja sama politik bagi Netanyahu lebih menggembirakan dengan Trump karena dengan Trump tidak ada koreksi, tidak ada batasan. Dia bisa melakukan kampanye besar-besaran dan itu sudah terjadi, bukan hanya akan terjadi," lanjutnya.

Keberanian Iran untuk Menyerang

Di sisi lain, ketegangan di Timur Tengah semakin meningkat setelah Iran juga menyerang Israel dengan ratusan rudal. Sofwan mengatakan Iran, yang merupakan pendukung utama Hizbullah dan kelompok proksi lainnya di wilayah tersebut, merasa perlu menunjukkan kekuatan agar tidak terlihat lemah di mata Israel.

"Iran berani ya karena dalam kondisi sulit, ini chicken game. Kalau diam saja dianggap lemah dan Israel akan melipatgandakan eskalasi. Kalau membalas, AS akan bisa jadi ikut terlibat lebih jauh dan risikonya tinggi. Makanya serangannya juga masih spesifik ke beberapa instalasi militer Israel," jelasnya.

Selain itu, Iran merasa terhina setelah pembunuhan Hassan Nasrallah, yang merupakan sekutu terdekat mereka di Lebanon. "Nasrallah memiliki ikatan ideologi dan keyakinan, terutama sesama muslim Syiah. Dia tokoh yang jauh lebih kunci bagi Iran, andalan Iran di dalam proksi-proksinya. Mungkin karena itu Iran melakukan serangan balasan," kata Hasibullah. Namun, serangan Iran masih terbatas pada target-target militer, menunjukkan bahwa mereka tidak ingin memicu perang skala penuh.

(del/hps)

No more pages