Saat dikonfirmasi, Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Kemenkop UKM Fiki Satari mengatakan, wacana Temu masuk Indonesia dapat berdampak adanya produk impor ilegal di pasar domestik.
Alih-alih melalui rantai pasok yang sudah berjalan di Indonesia, Temu bisa langsung menjual barang produksi pabrik asal China ke konsumen domestik. Temu menghilangkan “komisi berjenjang”, terang Fiki. Ini belum termasuk subsidi yang disediakan platform sehingga harga jual semakin murah.
Ia mencatat bahwa Temu sejak September 2022 mencoba memperoleh izin merek dagang di pasar Indonesia. Total upaya Temu masuk Indonesia sebanyak tiga kali.
“Aplikasi Temu dari China ini sudah coba mendaftarkan merek, desain, dan lainnya ke DJKI [Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum HAM], tapi tidak bisa karena sudah ada perusahaan asal Indonesia dengan nama serupa dan dengan KBLI [klasifikasi baku lapangan Indonesia] yang mayoritas sama. Tapi kita tidak boleh lengah, harus kita kawal,” papar dia.
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga sebelumnya memastikan pemerintah tidak sembarangan mengizinkan e-commerce asing masuk pasar Indonesia. Seluruhnya harus taat aturan, khususnya Permendag No. 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
Ketagihan berbelanja di Aplikasi Temu, ini alasannya
“Prinsipnya gini, seperti yang waktu itu pak (Zulkifli Hasan) Mendag dan pak Teten (Masduki, Menteri Koperasi UKM) sudah sampaikan, yang namanya media sosial nggak boleh jualan. Sudah kita praktikkan langsung, kita hentikan kegiatannya karena memang tidak boleh,” papar dia.
“Tentang Temu, saya belum dengar, makanya saya akan cek dulu. Kalau misalnya ada hal–hal demikian kita akan follow up.”
Temu Diklaim 'Pembunuh' UMKM Lokal
Temu adalah platform perdagangan cross border milik PDD Holdings. Di pasar China perusahaan memiliki platform bernama Pinduoduo (format sejenis dijalankan oleh ByteDance). Memulai debut di pasar Amerika Serikat (AS) tahun 2022 dan seiring waktu mendapatkan momentum penjualan terbaiknya. Temu dengan cepat menjadi salah satu aplikasi yang paling banyak diunduh, dilaporkan Bloomberg News.
Temu digadang-gadang jauh lebih memiliki posisi tawar di pasar global dibandingkan TikTok, salah satunya disampaikan Menteri Koperasi UKM Teten Masduki. “Nah, ini yang saya khawatir ada satu lagi, satu aplikasi digital cross border yang akan saya kira akan masuk ke kita ini lebih dahsyat daripada TikTok,” jelas Teten, belum lagi kini produk China terus masuk ke dalam negeri lewat saluran aplikasi digital lokal.
Temu memang dirancang sebagai platform berkumpulnya barang-barang murah dan pertama kali hadir tahun 2015. Menuai kesuksesan di pasar China, PDD sempat terpuruk efek pandemi Covid-19. Namun dalam dua tahun terakhir lewat Temu, PDD mendapatkan kembali momentum kebangkitan.
PDD lewat ekspansi Temu di pasar non China sukses menjadi rival baru selain Alibaba dan Amazon. “[Jack] Ma dan Jeff Bezos pernah menjadi pemimpin perusahaan pada masanya, namun waktu telah berubah dan [Colin] Huang meraih kesuksesan besar dengan pendekatan yang berbeda dan tidak terlalu terlihat,” kata Brock Silvers, Direktur Pelaksana di Kaiyuan Capital.
Namun sebuah riset mengatakan Temu justru diminati konsumen berusia dewasa tua, kalangan Baby Boomers dan Generasi X. Firma riset Chicago, Attain menyatakan bahwa generasi Boomers berusia 59 tahun ke atas adalah yang paling setia, melakukan sekitar enam kali pemesanan selama 12 bulan, dua kali lebih banyak daripada pembeli Gen Z yang berusia 18 hingga 26 tahun, menurut Attain, yang mengumpulkan data kartu kredit dari 6,5 juta konsumen.
(wep)