Pilar ketiga adalah keuangan berkelanjutan atau green finance yang salah satunya diperkuat dengan telah diluncurkannya kalkulator hijau yang merupakan basis perhitungan efektivitas keuangan hijau.
“Sementara itu di sistem pembayaran kami arahkan untuk mendorong digitalisasi sistem pembayaran. Memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran. Serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran,” kata Juda.
Sebelumnya, Juda menyatakan terdapat sederet risiko yang perlu diwaspadai oleh lembaga jasa keuangan.
Ia menyatakan tantangan pertama yang akan dihadapi merupakan kondisi global. Yakni bagaimana memanfaatkan siklus keuangan global yang sudah longgar untuk mendapatkan pembiayaan yang produktif bagi ekonomi RI.
Dalam kaitan ini, Juda mengaku tengah mewaspadai dampak konflik yang terjadi antara Iran-Israel terhadap perekonomian Indonesia.
Juda mengatakan akan terus mencermati dan mengelola risiko yang dapat timbul akibat konflik tersebut, utamanya terhadap harga minyak dan rantai pasok global.
“Dinamika ekonomi dan keuangan global dapat berkembang begitu cepat, termasuk risiko geopolitik yang kita saksikan dalam hari-hari ini di Timur Tengah yang tentu saja memiliki implikasi pada ekonomi,” tutur Juda.
Tantangan kedua, lanjut Juda, merupakan risiko operasional dari digitalisasi keuangan. Ia menyebut ancaman pertama dari digitalisasi keuangan yakni berkembangnya kejahatan siber seperti peretasan, malware, ransomware, dan phising.
Tantangan terakhir yang diwaspadai pihaknya merupakan risiko perubahan iklim. Juda menyatakan dampak risiko perubahan iklim tidak hanya menyebabkan bencana alam saja, namun mengarah pada risiko transisi.
“Seperti penurunan nilai aset berbasis energi fosil. Ataupun kesulitan pendanaan akibat aktivitas bisnis yang bersifat ‘brown’ [tidak ramah lingkungan],” tutupnya.
(azr/lav)